Amnesty International: KUHP Baru ‘Memukul Mundur HAM’
Terbaru

Amnesty International: KUHP Baru ‘Memukul Mundur HAM’

Karena mengatur ketentuan yang antara lain membatasi kebebasan berpendapat, berkumpul, penghinaan terhadap Presiden, pelanggaran HAM berat, penyebaran/pemberitahuan berita palsu, hingga unjuk rasa tanpa izin.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Sejumlah elemen masyarakat membentangkan spanduk besar menolak pengesahan RKUHP menjadi  UU di depan Gedung DPR, Selasa (6/12/2022). Foto; RES
Sejumlah elemen masyarakat membentangkan spanduk besar menolak pengesahan RKUHP menjadi UU di depan Gedung DPR, Selasa (6/12/2022). Foto; RES

RUU KUHP yang telah disepakati pemerintah dan DPR untuk disahkan sebagai UU terus mendapat penolakan dari kalangan masyarakat sipil. Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid, mengatakan substansi KUHP memukul mundur kemajuan HAM di Indonesia. Beberapa ketentuan yang diatur dalam beleid tersebut antara lain membatasi kebebasan berkumpul, sampai melarang kritik terhadap Presiden.

“Apa yang kita saksikan merupakan pukulan mudur bagi kemajuan HAM di Indonesia yang telah diraih dengan susah payah dalam melindungi hak asasi manusia dan kebebasan dasar selama lebih dari dua dekade. Fakta bahwa pemerintah Indonesia dan DPR setuju mengesahkan hukum pidana yang secara efektif melemahkan jaminan hak asasi manusia sungguh mengerikan,” kata Usman Hamid saat dikonfirmasi, Selasa (6/12/2022).

Baca Juga:

Usman mengingatkan dalam beberapa tahun terakhir ruang kebebasan sipil semakin sempit. Kondisi itu bertambah parah dengan terbitnya KUHP baru. Melalui beleid itu ketentuan yang selama ini melarang penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden akan kembali berlaku. Begitu juga dengan pemerintahan yang sedang menjabat dan lembaga negara berpotensi semakin menghambat kebebasan berpendapat sambil mengkriminalisasi perbedaan pendapat yang sah dan damai dari masyarakat.

“Pemidanaan demonstrasi publik tanpa izin jelas dapat membatasi hak untuk berkumpul secara damai,” tegas Usman.

Menurut Usman, KUHP baru tersebut memberi kewenangan kepada pemerintahan yang berkuasa untuk menekan pendapat publik melalui penegakan hukum yang selektif. Hal tersebut akan menciptakan situasi ketakutan yang menghambat kritik damai dan kebebasan berkumpul.

Selain itu, Usman menyoroti hubungan seks di luar nikah yang merupakan pelanggaran atas hak privasi yang dilindungi hukum internasional. Ketentuan ‘moralitas’ tersebut berpotensi disalahgunakan untuk mengkriminalisasi korban kekerasan seksual atau menyasar warga hanya karena mereka memiliki identitas dan ekspresi gender tertentu seperti komunitas LGBTI.

Tags:

Berita Terkait