Amnesty International: Penyiksaan Anak Terjadi Lagi, Negara Gagal Lindungi HAM di Papua
Terbaru

Amnesty International: Penyiksaan Anak Terjadi Lagi, Negara Gagal Lindungi HAM di Papua

Peristiwa kekerasan yang selalu berulang mempertegas bukti rendahnya penghormatan aparat pada manusia dan kentalnya kultur kekerasan oleh aparat keamanan yang bertugas di Papua.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Kekerasan terus terjadi di Papua, kali ini menimpa 3 anak yang berasal dari Kabupaten Keerom. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, mencatat 3 anak itu terdiri dari Rahmat Faisei (14 tahun), Bastian Bate (13 tahun), dan Laurents Kaung (11 tahun).

Peristiwa terjadi Kamis (27/10/2022) di kampung Yuwanan Arso II, distrik Arso, Kabupaten Keerom. Dari informasi yang diperolehnya Usman menyebut penganiayaan terhadap 3 anak itu diduga dilakukan anggota Satgas Kopassus yang dipicu dari peristiwa pencurian 2 ekor burung Yakob/Kakatua Putih di pos Kopassus.

Kasus penyiksaan terhadap anak oleh aparat itu bukan kali pertama, Usman mencatat peristiwa serupa pernah terjadi di Sinak, Kabupaten Puncak, Papua, Selasa (22/02/2022) silam. Dalam kejadian itu beberapa anak mengalami luka parah dan ada yang meninggal.

Usman menilai berbagai kasus penyiksaan itu, khususnya yang dialami anak, mempertegas rendahnya penghormatan aparat pada manusia dan kentalnya kultur kekerasan oleh aparat keamanan yang bertugas di Papua. “Selain menambah daftar panjang pelanggaran HAM, peristiwa ini juga memperkuat anggapan bahwa negara tidak mampu untuk mengakhiri masalah sistemik dan mengakar di Papua yaitu Kekerasan dan pelanggaran HAM,” katanya dikonfirmasi, Senin (31/10/2022).

Alih-alih menyelesaikan peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM sebelumnya secara adil, Usman mencatat pemerintah cenderung defensif dan menggunakan pendekatan yang berulang dan tanpa koreksi. Tindakan penyiksaan dalam hukum internasional HAM merupakan bagian dari ius cogens, sehingga tidak dapat diperkenankan dalam situasi apapun termasuk keadaan perang.

“Norma tersebut juga senada dengan mandat konstitusi yang menyebutkan bahwa hak untuk tidak disiksa adalah hak yang tidak dapat dikurangi,” ujar Usman mengingatkan.

Usman menegaskan aksi penyiksaan itu sangat memprihatinkan dan memalukan Indonesia yang telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan (UNCAT) lewat UU No.5 Tahun 1998. Ironisnya penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan masih sering terjadi dan melibatkan aktor negara.

Penyiksaan tersebut melecehkan upaya perlindungan agar anak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan. Serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Untuk menuntaskan kasus tersebut, Usman mendesak pemerintah bertanggung jawab dengan mengusut tindakan penyiksaan itu secara efektif, terbuka, dan akuntabel melalui pengadilan HAM. Penegakan hukum harus dilakukan kepada siapapun yang terbukti terlibat dalam tindakan penyiksaan. “Negara harus segera melakukan pemulihan secara optimal baik secara fisik dan psikis terhadap korban dan keluarga korban,” harapnya.

Tags: