Anotasi Hubungan Industrial dalam SEMA No.3 Tahun 2023
Kolom

Anotasi Hubungan Industrial dalam SEMA No.3 Tahun 2023

Pedoman kompensasi atas berakhirnya PKWT bagi pekerja sudah tepat.

Bacaan 6 Menit

Hak pekerja dalam UU Ketenagakerjaan bersifat minimal. Contohnya hak cuti 12 hari kerja, upah minimal, dan lainnya. Di sisi lain kewajiban pekerja dalam UU Ketenagakerjaan bersifat maksimal. Contohnya waktu kerja 40 jam seminggu, waktu kerja lembur 4 jam sehari dan 18 jam seminggu, dan lainnya.

Pemahaman hak dan kewajiban pekerja yang normatif tidak berarti pengusaha kehilangan kesempatan berkontribusi dalam menyejahterakan pekerjanya. Muatan atau materi syarat kerja dalam perjanjian kerja dapat dipahami sebagai hak dan kewajiban yang belum diatur—atau sudah diatur—kemudian diatur lebih baik. Hal tersebut dapat dituangkan dalam kaidah otonom Perusahaan yaitu Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.

Contoh syarat kerja yang mengatur lebih baik dari UU Ketenagakerjaan adalah memberikan cuti lebih dari 12 hari kerja. Bisa juga dengan memberikan upah pekerja diatas normatif disertai berbagai benefit. Muatan pengaturan yang belum diatur UU Ketenagakerjaan contohnya kewajiban pekerja mematuhi kode etik Perusahaan. Contoh lainnya dengan memberikan tunjangan pendidikan bagi anak pekerja yang berprestasi.

PKWTT dan PKWT

Kerap terjadi beberapa status pekerja dalam satu Perusahaan. Hubungan kerja pengusaha dan pekerja dapat diketahui dari isi perjanjian kerja. Kita dapat membaginya menjadi dua. Pertama, perjanjian kerja direct. Pekerja dengan perjanjian kerja direct memiliki hubungan kerja dengan Perusahaan. Kedua, pekerja dengan perjanjian kerja indirect yang hubungan kerjanya dengan pihak ketiga, anak perusahaan, atau perusahaan alih daya.

Pekerja dengan perjanjian kerja baik direct maupun indirect punya dua kemungkinan status hubungan kerja. Status pertama dikenal pekerja tetap atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Status kedua adalah pekerja kontrak dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Perbedaannya terletak pada jenis dan sifat pekerjaan.

Pekerjaan tetap dan terus menerus dilakukan pekerja tetap, sedangkan pekerjaan yang sifatnya sementara dan tertentu untuk pekerja kontrak. Pekerja tetap yang pensiun berhak atas pesangon, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak. Berbeda dengan pekerja kontrak yang hanya berhak atas kompensasi PKWT sebesar satu bulan upah. Itu pun hanya setelah bekerja 12 bulan atau secara proporsional—apabila masa kerja telah satu bulan namun belum mencapai 12 bulan.

Namun, penerapan jenis dan sifat pekerjaan kerap tidak sesuai dengan perjanjian kerjanya. Beberapa Perusahaan dengan membuat PKWT untuk pekerjaan tetap dan terus menerus. Alasannya karena PKWTT hanya memberi masa percobaan tiga bulan yang pendek. Durasi ini dinilai tidak cukup untuk menilai kinerja. Alasan lain yang mungkin karena pengusaha tidak ingin dibebani kewajiban hak pensiun pekerja PKWTT. Sebagian lain berpendapat lebih mudah mengakhiri hubungan kerja PKWT dan lebih sedikit kewajiban yang harus dipenuhi Perusahaan dibanding PKWTT.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait