Apindo Nilai Draf RUU Sumber Daya Air ‘Cekik’ Dunia Usaha
Utama

Apindo Nilai Draf RUU Sumber Daya Air ‘Cekik’ Dunia Usaha

Selain dunia usaha, RUU Sumber Daya Air juga akan berdampak pada daya beli masyarakat.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Pengambilalihan itu dinilai juga akan sangat memberatkan negara. Anggota Bidang Kebijakan Publik APINDO, Rachmat Hidayat, bahkan mengatakan untuk membangun SPAM saja, pemerintah membutuhkan anggaran sebesar Rp 1200 triliun dan pemerintah belum memiliki biaya yang cukup untuk itu. “Jadi bagaimana bisa pemerintah akan membeli ribuan perusahaan ini?,” tukasnya.

 

(Baca: Pembentuk UU Dinilai ‘Setengah Hati’ Perjuangkan RUU Konservasi SDA)

 

Padahal jika bicara air, tak hanya AMDK, semua industri yang menggunakan air juga akan terkena imbas. Kini, katanya, mungkin yang akan diambil alih AMDK, namun potensi industri lainnya juga akan diambil alih semakin nyata. Bahkan untuk kawasan sumber daya air yang dikelola oleh swasta juga harus terbuka lebar untuk diambil oleh masyarakat dalam waktu 24 jam.

 

“Setiap orang boleh masuk untuk ambil airnya, itu namanya membunuh pelaku usaha secara perlahan,” tukasnya

 

Pasalnya, tak sekadar risiko kehilangan SDA, tapi risiko tercemarnya air oleh pelaku usaha pesaing juga akan sangat besar bila siapapun boleh masuk dalam kasawan SDA yang dikantongi ijinnya oleh pelaku usaha. Ia menganalogikan dengan bisnis perhotelan.

 

“Bagaimana mungkin orang bisnis hotel misalnya terus semua orang bisa bebas masuk?,” contohnya.

 

Rachmat juga memprediksi bahwa iklim investasi akan drop total jika RUU SDA disahkan dengan aturan seperti ini. Indonesia bakal terpelanting dari ASEAN. Bahkan, sambung Rachmat, negara lain seperti Vietnam, Malaysia, Singapura, Thailand dan sebagainya diberi hak mengusahakan SDA karena memang tidak bisa ditampik bahwa peran swasta itu perlu dan swasta tidak boleh dibunuh.

 

“Kalau memang izinnya cuman BUMN dan BUMD kami bisa apa? Kita kan hanya warga negara, ada hukum yang ingin membunuh sekelompok warga negara dalam hal ini AMDK, kita bisa apa? sementara kami punya pekerja yang 50 ribu lebih itu, keluarga besar kita yang 250 ribu lebih,” ujar Rachmat.

 

Bahkan teman-teman lain yang bukan AMDK, kata Rachmat, untuk mengurus SDA nya agar bisa hidup mereka juga harus membayar bank garansi, kerjasama dengan pemerintah pusat dan daerah bahkan harus menyisihkan laba usaha 10% minimal berdasarkan RUU SDA. Sementara kita juga sudah dibebankan pajak, ini jelas dapat mematikan pelaku usaha secara perlahan.

 

Tags:

Berita Terkait