Arti Sistem Proporsional Tertutup dalam Pemilu
Terbaru

Arti Sistem Proporsional Tertutup dalam Pemilu

Sistem proporsional tertutup adalah salah satu sistem perwakilan berimbang di mana pemilih hanya dapat memilih partai politik secara keseluruhan dan tidak dapat memilih kandidat.

Oleh:
Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi penyelenggaraan pemilihan umum. Foto: RES
Ilustrasi penyelenggaraan pemilihan umum. Foto: RES

Sistem proporsional tertutup kian santer diperbincangkan dalam pelaksanaan pemilihan umum  2024 mendatang. Pada pemilu 2024 nanti, kemungkinan akan memakai sistem proporsional tertutup yang terus dibahas sejak dilakukanya uji materi UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Terdapat dua metode utama sistem proporsional, yaitu:

1. Single transferable vote, yang merupakan suatu sistem pemilihan yang menghendaki pemilih untuk memilih pilihan pertama, kedua, dan seterusnya dari daerah yang bersangkutan. Sistem ini memungkinkan semua calon terpilih, karena dalam sistem ini ada pembagian suara apabila adanya sisa suara pada calon partai politik.

Baca Juga:

2. List proportional representative, yang merupakan suatu sistem pemilihan yang meminta pemilih untuk memilih daftar-daftar calon yang berisi sebanyak mungkin nama-nama dari wakil rakyat yang akan dipilih dalam pemilu. Umumnya ada dua jenis dalam sistem ini yaitu sistem proporsional tertutup dan terbuka.

Sistem proporsional tertutup adalah salah satu sistem perwakilan berimbang, di mana pemilih hanya dapat memilih partai politik secara keseluruhan dan tidak dapat memilih kandidat. Dalam sistem proporsional tertutup, kandidat dipersiapkan langsung oleh partai politik. Jika pemilih dapat memilih kandidat yang tersedia maka sistem ini dinamakan sistem proporsional terbuka.

Dalam sistem proporsional tertutup, masing-masing partai politik telah menentukan terlebih dahulu siapa yang akan memperoleh kursi yang dialokasikan kepada partai tersebut dalam pemilu.

Sehingga, calon yang menempati urutan teratas dalam daftar ini cenderung akan selalu mendapatkan kursi di parlemen. Sedangkan, calon yang diposisikan sangat rendah dalam daftar ini tidak akan mendapatkan kursi.

Dalam artian lain, meski rakyat memilih salah satu calon maka suara tersebut menjadi suara partai politik pengusung. Suara partai politik yang telah mencapai ambang batas kursi akan diberikan kepada calon yang diusung berdasarkan nomor urut.

Ketika pelaksanaan pemilu dengan sistem proporsional tertutup dilakukan, setiap partai politik tetap akan mengirimkan daftar kandidat bakal calon yang diusung. Hal yang berbeda dari sistem proporsional terbuka adalah, pemilih tidak secara langsung memilih para bakal calon tersebut.

Pemilih nantinya, akan diminta untuk memilih tanda gambar atau lambing partai politik. Sedangkan kandidat dengan nomor urut terkecil dalam sebuah partai politik berhak menduduki kursi pertama di lembaga dewan perwakilan.

Dalam buku ‘Evaluasi Sistem Pemilu di Indonesia 1955-2021’, sistem proporsional tertutup sudah dipakai sejak era Orde Lama. Pada era ini, sistem politik menjadi demokrasi terpimpin sehingga memberi porsi kekuasaan besar kepada eksekutif.

Sistem proporsional tertutup terus dipakai hingga era Orde Baru. Saat Orde Baru, proporsional tertutup menguatkan sistem oligarki kepartaian, sehingga model ini dianggap tidak demokratis bahkan memunculkan hegemoni parpol besar.

Kemudian, sistem proporsional tertutup masih dipakai pada tahun 1999 lewat UU No.3 Tahun 1999. Perubahan terjadi ketika sistem proporsional terbuka diterapkan melalui UU No. 12 Tahun 2003 dan terus digunakan hingga saat ini.

Saat ini, Indonesia menggunakan sistem proporsional terbuka yang diketahui melalui Pasal 168 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan, pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

Tags:

Berita Terkait