Artificial Intelligence untuk Kemanusiaan?
Tajuk

Artificial Intelligence untuk Kemanusiaan?

Artificial Intelligence akan bisa memajukan kita semua, atau sebaliknya menjerumuskan kita ke jurang masalah yang dalam.

Oleh:
Arief T Surowidjojo
Bacaan 9 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Setiap tahun, menjelang ulang tahun kemerdekaan, Presiden menyampaikan pidato kenegaraan di depan Parlemen. Pidato Presiden tentu wajar selalu berisikan keberhasilan pemerintahannya, lengkap dengan capaian angka statistik yang selalu impresif. Tantangan, apalagi kegagalan, kadang dicantumkan, tetapi seringkali tertutupi dengan baik, tersamar, dengan kata-kata kias atau bersayap, bahwa kegagalan capaian terkait dengan masalah global, bukan masalah kinerja sendiri.

Ketika mendengar atau membaca pidato kenegaraan, kita kerap tidak menemui logat, gaya, dan kepribadian Presiden. Presiden Soeharto, Habibie, Gus Dur (Abdurrahman Wahid), Megawati, SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), maupun Jokowi tersembunyi dalam pidato kenegaraan yang kaku dan lurus tanpa emosi. Yang lebih jujur, blak-blakan, dan mencerminkan kepribadiannya, mungkin hanya Soekarno yang biasanya meledak-ledak, dan dalam sejumlah hal Gus Dur, dengan kebesaran visi dan sisipan banyolannya yang khas.

Banyak komedian kita, terutama yang eksis di media sosial, bisa mencirikan kepribadian khas dari beberapa presiden kita, akan tetapi sebelum UU ITE diubah lebih masuk akal, rasanya banyak kemalasan dari mereka, juga kita, untuk berurusan dengan penegak hukum, kalau kita mengulang guyonan mereka (para Presiden, red). Sekarang ini pendukung Presiden atau bahkan banyak pejabat tinggi, sering tipis kuping dan hilang sense of humor-nya kalau suatu guyonan di ranah publik dirasakan mengurangi martabatnya atau kesempatan untuk dipilih lagi.

Kita sering mendengar bahwa Presiden tidak selalu, bahkan seringkali tidak membuat sendiri pidato kenegaraannya. Ada speech writer yang selalu siap membantu membuatkannya. Mungkin Presiden memberikan garis besar apa yang ingin disampaikannya. Ada yang ikut membaca (review) sebelumnya, dan menambah menguranginya untuk lebih sesuai dengan citra yang diinginkannya. Dalam beberapa cerita, sejumlah Menteri diberi tugas untuk menulis atau paling tidak mengkoordinasikannya dengan sejumlah penulis yang paham bidangnya masing-masing. Ada suatu cerita di mana menjelang ulang tahun kemerdekaan, ketika Presiden sedang menyiapkan pidatonya, Menteri yang ditugasi mendadak menghilang cuti, sehingga terpaksa seorang Menteri lainnya ditunjuk untuk menggantikannya menulis dan mengkoordinir naskah pidato kenegaraan Presiden, padahal waktunya hanya tersisa satu-dua hari sebelum Presiden pidato di Parlemen. Terbayang kepanikan dan kegaduhan internal yang terjadi.

Pidato kenegaraan yang dibuat oleh speech writer bukan hal yang tabu. John Kennedy, yang dianggap sebagai salah satu presiden terbaik Amerika Serikat juga menggunakan bantuan speech writer. Ted Sorensen, pengacara, penulis dan penasihat presiden, adalah orang yang paling menonjol dalam membantu Kennedy menuliskan pidatonya. Bahkan pidato pelantikannya, di mana Kennedy membuat pernyataan terkenalnya “Ask not what your country can do for you; ask what you can do for your country” ikut ditulis oleh Sorensen. Sorensen juga membantu Kennedy pada waktu membuat pidato terkenalnya tahun 1962: “We choose to go to the Moon”. Presiden Barack Obama yang juga terkenal dengan sejumlah pidatonya, antara lain: “Yes we can”, juga banyak dibantu oleh tim pembuat pidato Gedung Putih yang dipimpin oleh Jon Favreau dan kemudian Cody Keenan. Kita tidak tahu siapa pembuat pidato pemimpin Tiongkok Xi Jinping, walaupun media barat pernah menulis bahwa Wang Huning, teoris dan akademik Tiongkok, adalah salah satunya yang pernah memerankan fungsi itu.

Ke depan, ketergantungan para kepala negara di manapun di dunia kepada speech writer rasanya tidak akan terjadi lagi. Dengan Presiden RI yang semakin muda, maka keterbiasaannya menggunakan teknologi maju berbasis digital makin memungkinkan Presiden kita membuat sendiri pidatonya langsung dari laptop atau ipadnya.

Artificial Intelligence (AI) dengan sejumlah opsi aplikasi sangat memungkinkan itu dilakukan, dengan menyajikan data dan informasi yang benar menggambarkan kinerja pemerintahannya, dan juga masalah dan tantangan yang dihadapi. AI juga bisa menutupi sejumlah kegagalannya dalam menepati janji-janji dalam sumpah jabatan maupun janji-janji semasa proses pemilihan umum yang lalu dengan sejumlah fakta, asumsi atau impresi yang sengaja dibentuk. AI juga bisa diprogram sedemikian rupa untuk menampilkan fakta yang hanya berisikan hal-hal baik yang dicapai, dan menyembunyikan kegagalan dalam pemerintahannya. Pidato juga bisa dibuat dengan indah, dengan mengutip sajak-sajak terkenal dari sastrawan kelas pemenang hadiah Nobel.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait