Begini Alasan Pemerintah Hilangkan Indikator Angka Kematian Akibat Covid-19
Terbaru

Begini Alasan Pemerintah Hilangkan Indikator Angka Kematian Akibat Covid-19

Mengeluarkan indikator angka kematian dari variabel penilaian PPKM hanya bersifat sementara dalam rangka perbaikan sistem. Nantinya, bakal masuk lagi dalam variabel penilaian PPKM.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Dia pun mempertanyakan standar apa yang digunakan pemerintah hingga sampai mengeluarkan indikator angka kematian dari variabel penilaian PPKM. Bila alasan pemerintah data kematian menyebabkan distorsi, yang mesti diperbaiki proses input dan sistem pendataan. Menurutnya, bila terdapat persoalan data angka kematian, statistik data lain pun patut dipertanyakan.

Baginya, angka kematian dapat memberi gambaran tingkat keparahan pandemi di suatu daerah termasuk untuk mengetahui bagaimana sistem kesehatan yang berjalan merespon kondisi tersebut. “Berbahaya ketika indikator kematian dikeluarkan dari variabel penilaian status PPKM karena dapat melenakan para pengambil kebijakan. Seolah kondisi aman dan terkendali, padahal mengandung ‘bom waktu’ yang siap meledak,” kata dia.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu berharap agar pemerintah tidak mengulangi lagi membuat kebijakan pandemi yang tidak berdasar. “Saya tidak bosan menyampaikan bahwa leading sector penanganan pendemi adalah Kemenkes dan Satgas Covid-19. Jangan serahkan urusan bencana kesehatan ini kepada pihak atau lembaga yang bukan bidangnya. Tolong selipkan jiwa welas asih, empati, dan kasih sayang dalam memutuskan setiap kebijakan,” katanya.

Penjelasan pemerintah

Juru Bicara Menteri Koordinator (menko) Kemaritiman dan Investasi (Marves) Jodi Mahardi berpendapat, tak dimasukannya indikator angka kematian dalam asesmen level PPKM tidak berarti menghapus data angka kematian, melainkan tak menggunakannya sementara waktu agar menghindari distorsi penilaian.

Bukan dihapus, hanya tidak dipakai sementara waktu karena ditemukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang, sehingga menimbulkan distorsi atau bias dalam penilaian,” ujarnya seperti dikutip dari Antara.

Menurutnya, pemerintah menemukan banyaknya angka kematian yang ditumpuk atau dicicil pelaporannya yang berujung adanya keterlambatan pengumpulan data secara menyeluruh. Alhasil terjadi distorsi pada analisis. Dengan begitu, menjadi sulit menilai perkembangan situasi satu daerah. Data yang bias itu, menyebabkan penilaian yang kurang akurat terhadap level PPKM di suatu daerah.

Namun demikian, data yang kurang update tersebut terjadi lantaran banyak kasus aktif yang tidak terbaharui lebih dalam kurun waktu 21 hari. Seperti angka sembuh dan angka kematian. Pemerintah pun mengambil langkah perbaikan agar memastikan data yang akurat. “Sedang dilakukan clean up (perapian) data, diturunkan tim khusus untuk ini. Nanti akan di-include (dimasukkan) indikator kematian ini jika data sudah rapi,” ujarnya.

Sementara Ketua Tim Pakar Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisamito menegaskan tidak dimasukannya indikator angka kematian dalam dalam laporan harian Covid-19 di Indonesia, hanyalah bersifat sementara. Menurutnya, kebijakan tersebut ditempuh seiring dengan upaya perbaikan sistem pencatatan dan pelaporan nasional. Perbaikan sistem pencatatan angka kematian di setiap daerah agar kebijakan yang diambil nantinya menjadi lebih tepat berdasarkan data yang valid.

Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan pada Senin, (9/8/2021) menyebut telah mengeluarkan/menghilangkan indikator kematian dalam menilai level PPKM di berbagai daerah. Alasannya, indikator kematian dianggap menimbulkan distorsi dalam penilaian level PPKM karena banyak input data yang tidak update dari berbagai daerah.

Tags:

Berita Terkait