Begini Klarifikasi Dirut PLN Usai Penggeledahan
Utama

Begini Klarifikasi Dirut PLN Usai Penggeledahan

Sofyan membantah ada keterlibatan PLN atau anak perusahaan PLN dalam kasus dugaan suap dalam proyek PLTU Riau-1 ini.

M. Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

Sofyan mengaku kerap membawa dokumen-dokumen pekerjaannya ke rumah untuk dipelajari kembali. Dokumen-dokumen yang dibawa oleh penyidik KPK dari rumahnya juga dijelaskan Sofyan bersifat terbuka bagi publik.

 

“Saya suka copy dokumennya untuk baca di rumah waktu libur dan sifat dokumen sangat umum. Semuanya bisa didapatkan siapa saja seperti proposal dan surat-surat. Ada juga proposal-proposal reporting bulanan yang tidak mungkin saya baca di kantor karena menyita waktu kerja saya,” kata Sofyan.

 

Akibat kasus ini, nilai proyek yang diperkirakan mencapai US$ 900 juta tersebut harus dihentikan untuk sementara. Sofyan menjelaskan pihaknya akan menunggu proses hukum lanjutan atas kelanjutan proyek tersebut. “Kami belum bisa pastikan kapan akan dilanjutkan kembali,” jelasnya.

 

Saat hampir bersamaan, tim penyidik KPK diketahui juga menggeledah sejumlah ruangan di Kantor Pusat PLN terkait kasus dugaan korupsi proyek PLTU Riau-1 ini.    Latar belakang kasus PLTU Riau 1 ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang mengamankan 13 orang pada Jum’at (13/7), dua diantaranya EMS dan JBK yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

 

Selain itu, ada nama Tahta Maharaya yang merupakan staf dan keponakan Eni, Audrey Ratna Justianty selaku sekretaris Kotjo, M. Al Khafidz suami dari Eni yang juga sebagai Bupati Temanggung terpilih, serta 8 orang lain yang merupakan supir, ajudan, hingga staf. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan barang bukti uang senilai Rp500 juta. Baca Juga: KPK Tetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Sebagai Tersangka Penerima Suap PLTU

 

KPK menduga ada penerimaan hadiah atau janji oleh Anggota DPR RI terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1 ini. Serangkaian kegiatan penyelidikan kasus ini telah dimulai sejak Juni 2018 setelah mendapat informasi dari masyarakat.  

 

Lembaga anti rasuah ini menduga sudah empat kali EMS menerima suap dari JBK yang jumlah totalnya mencapai Rp 4,8 miliar. Penerimaan pertama terjadi pada Desember 2017 sebesar Rp 2 Miliar, kemudian Maret 2018 Rp 2 Miliar, dan 8 Juni 2018 Rp300juta. EMS diduga berperan untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1 ini.

Tags:

Berita Terkait