Begini Pencatatan Perkawinan Beda Agama Menurut Undang-undang
Berita

Begini Pencatatan Perkawinan Beda Agama Menurut Undang-undang

Perlu prosedur penetapan pengadilan terlebih dahulu.

Kartini Laras Makmur
Bacaan 2 Menit

 

Menurut Pasal 35 UU Adminduk, perkawinan yang ditetapkan pengadilan wajib dilaporkan. Dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 35 huruf a UU Adminduk, pernikahan yang ditetapkan oleh pengadilan adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama.

 

Adapun prosedur pelaporan diatur dalam Pasal 34 UU Adminduk. Pelaporan wajib dilakukan paling lambat enam puluh hari sejak tanggal perkawinan. Lalu, berdasarkan laporan itu pejabat pencatatan sipil mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan. Sementara itu, penduduk yang beragama Islam melaporkannya ke kantor urusan agama (KUA).

 

Pasal tersebut mengatur bahwa perkawinan beda agama yang bisa dicatatkan di kantor catatan sipil hanya yang di luar agama Islam. Kendati demikian, tidak otomatis perkawinan beda agama yang melibatkan penduduk beragama Islam bisa dicatatkan di KUA. Sebab, hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

 

PP No. 9 Tahun 1975 menyebut secara eksplisit bahwa pernikahan yang bisa dicatatkan di KUA adalah yang dilangsungkan secara Islam. Ini berarti perkawinan beda agama, jika dilakukan dengan penetapan pengadilan, dicatatkan di kantor catatan sipil.

 

Nurul menegaskan, pencatatan perkawinan mutlak penting. Sebab, banyak konsekuensi lanjutan jika kewajiban ini tidak ditunaikan. Ia mengungkapkan, perkawinan yang tidak dicatatkan bisa berdampak pada status anak dan menyangkut pula soal waris.

 

“Karenanya, kewajiban pencatatan perkawinan yang diamanatkan UU Perkawinan harus dijalankan,” pungkasnya.

 

Tags:

Berita Terkait