Begini Usulan Serikat Buruh untuk RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak
Terbaru

Begini Usulan Serikat Buruh untuk RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak

Pemeliharaan kandungan tak hanya menjadi beban ibu karena banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan janin dalam kandungan seperti situasi kerja, hingga mendorong adanya daycare bagi anak buruh.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Frasa ‘sesuai kesepakatan’ sebagaimana Pasal 7 ayat (2) huruf a RUU KIA diusulkan dihapus dan ditambah frasa ‘tanpa pengurangan upah’. Hal itu untuk mengantisipasi relasi kuasa yang tidak imbang antara pemberi kerja dan pekerja karena kadang terjadi intimidasi kepada buruh dari pihak pemberi kerja. Ketentuan ini harusnya menegaskan cuti tersebut tanpa mengurangi upah buruh.

“Kalau tidak disebut secara eksplisit tidak mengurangi upah buruh dalam praktiknya dapat terjadi pemotongan upah,” ujar Dian.

Pasal 9 RUU KIA yang mengatur ketentuan terkait cuti melahirkan merupakan bagian tak terpisahkan dari UU Ketenagakerjaan menurut Dian ketentuan ini lebih baik dihapus mengingat UU 13/2003 atau UU No.6 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU tidak mengatur cuti melahirkan 3 ditambah 3 bulan. Kemudian perlu ada indikator yang terukur untuk menetapkan suatu keluarga dapat berperan sebagai “keluarga pengganti” sebagaimana Pasal 11 RUU KIA.

Selanjutnya Pasal 21 RUU KIA menurut Dian harus dijelaskan lebih lanjut apakah kesejahteraan sosial yang dimaksud terkait BPJS atau dinas sosial?. Mengingat faktanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang digelar BPJS Kesehatan tidak mencakup manfaat berupa check up dan USG untuk buruh. Pasal 26 ayat (3) diusulkan ditambah “huruf d.keringanan Kerja,” dan menghapus frasa “dengan tetap memperhatikan kondisi dan target capaian kerja” sebagaimana tertuang dalam Pasal 26 ayat (4).

Kemudian Pasal 26 ayat (5) mengubah frasa “sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” menjadi “Dukungan fasilitas, akomodasi yang layak, sarana dan prasarana di tempat kerja sebagaimana di maksud pada ayat (3) wajib disediakan pemberi kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Dian menilai peraturan perundang-undangan yang dimaksud ketentuan itu adalah UU Cipta Kerja yang tidak mengatur kewajiban pemberi kerja untuk menyediakan dukungan fasilitas di tempat kerja yang mendukung kesejahteraan ibu dan anak.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka, mengajak seluruh organisasi masyarakat sipil dan serikat buruh untuk memberikan masukan pasal per pasal RUU KIA. Dia mengamini berbagai faktor sosial ekonomi dan politik menimbulkan persoalan terhadap ibu dan anak sehingga banyak regulasi yang mengatur hak normatif belum terlaksana optimal.

“Mari jadikan kesempatan masukan bagi RUU ini supaya menghasilkan kebijakan yang lebih baik bagi perlindungan dan kesejahteraan ibu dan anak,” imbuh politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Tags:

Berita Terkait