Benarkah Prabowo-Hatta Kehilangan Legal Standing?
Kolom

Benarkah Prabowo-Hatta Kehilangan Legal Standing?

Mengundurkan diri namun belum mendapat persetujuan pihak lain yang juga berkepentingan maka bisa diartikan bahwa pengunduran diri tersebut belum terjadi atau belum sah atau baru sebatas wacana.

Bacaan 2 Menit
Benarkah Prabowo-Hatta Kehilangan Legal Standing?
Hukumonline
Saya tidak mendukung salah satu pasangan calon presiden, namun saya memperhatikan bahwa menjelang sidang perdana sengketa pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi tanggal 6 Agustus 2014, media massa mulai memuat pernyataan dari para pengacara yang membela KPU (Tergugat) dan Jokowi-Jusuf Kalla (pihak terkait) guna membentuk opini publik bahwa kubu Prabowo-Hatta sudah tidak lagi memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan sengketa pilpres ke Mahkamah Konstitusi karena tanggal 22 Juli 2014 sudah menyatakan mengundurkan diri dari proses pilpres 2014.

Saya tidak sependapat dengan pandangan para pengacara KPU-Jokowi-Jusuf Kalla tersebut karena setelah saya mencermati pernyataan capres Prabowo Subianto menjelang pengumuman hasil pilpres oleh KPU yang disampaikan pada tanggal 22 Juli 2014 maka cukup jelas bahwa saat itu Prabowo tidak menyatakan mengundurkan diri, melainkan menyampaikan keputusan menolak pelaksanaan hasil pilpres 2014, antara lain karena "Banyak kecurangan masif dan sistematis yang diabaikan oleh KPU dan sebagai pelaksana, KPU tidak adil dan tidak terbuka. Banyak peraturan main yang dibuat justru dilanggar sendiri oleh KPU," dan selanjutnya akan mengambil langkah konstitusional. Singkat kata, tidak ada kerancuan sedikitpun bahwa Prabowo tidak pernah mengeluarkan pernyataan apapun yang dapat ditafsirkan sebagai niat mengundurkan diri dari pilpres 2014.

Pernyataan lengkap dari Prabowo Subianto dapat dibaca di: http://m.bisnis.com/quick-news/read/20140722/355/245273/prabowo-tolak-hasil-pilpres-2014-mahfud-tak-tahu-alasan-saksi-prabowo-hatta-mundur

Selain itu aksi KPU menerbitkan Surat Edaran KPU RI No.1446/KPU tertanggal 25 Juli 2014 kepada KPUD seluruh Indonesia yang memerintahkan setiap KPUD membuka kotak suara untuk mengambil dokumen di dalamnya tanpa izin Mahkamah Konstitusi dan sebelum ini Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay tertangkap basah bertemu dengan Trimedya Panjaitan, timses Jokowi-Jusuf Kalla dan anggota polri Komjen Budi Gunawan di Sate Khas Senayan pada malam menjelang debat pilpres pertama merupakan bukti prima facie kebenaran dari keluhan bahwa "KPU tidak adil dan banyak aturan main dilanggar sendiri oleh KPU."

Menurut hemat saya, pembukaan segel kotak suara secara ilegal oleh KPUD atas perintah KPU dengan tidak mempedulikan keberatan Prabowo-Hatta sama saja dengan KPU telah menodai kotak suara sebab kita tidak akan pernah tahu apakah dokumen yang dikembalikan staf KPUD adalah dokumen yang sama dengan dokumen yang dikeluarkan. Perbuatan KPU merusak, menodai dan mengotori kotak suara sudah merupakan alasan yang cukup kuat untuk melakukan pemilihan ulang.

Hal ini juga adalah salah satu rekomendasi Bawaslu DKI Jakarta yang diabaikan KPUD Jakarta dan KPU supaya melakukan pemilihan ulang di 5.481 TPS bermasalah. Pemilihan ulang pasti perlu biaya mahal, tapi siapa bilang suara rakyat murah? Khususnya setelah suara rakyat dikotori oleh ulah KPU sendiri. Bila kita mau pilpres berbiaya murah maka sebaiknya mekanisme pilpres dikembalikan ke tangan MPR.

Karena terbukti bahwa pasangan Prabowo-Hatta tidak mengundurkan diri dari proses pilpres 2014, maka argumentasi sepanjang mengenai legal standing yang disampaikan para pengacara KPU-Jokowi-JK gugur dengan sendirinya. Ini adalah alasan pertama saya tidak sependapat dengan argumen legal standing yang hilang.

Alasan kedua, katakanlah Prabowo-Hatta benar menyatakan mengundurkan diri dari keseluruhan proses pilpres, namun dari sisi logika dan praktik berhukum, seseorang yang membuat pernyataan mengundurkan diri namun belum mendapat persetujuan pihak lain yang juga berkepentingan maka bisa diartikan bahwa pengunduran diri tersebut belum terjadi atau belum sah atau baru sebatas wacana. Dengan kata lain pengunduran diri terjadi bukan karena pernyataan sepihak.

Kita ambil tiga perbandingan dari pranata hukum lain:

(i) Dalam praktik hukum ketenagakerjaan, seorang pekerja tidak bisa mundur dari ikatan perjanjian kerja secara sepihak apabila pengusaha atau Pengadilan Hubungan Industrial belum memberikan persetujuan sekalipun telah memberikan notifikasi 30 hari di muka sebagaimana diatur Pasal 162 ayat (3) Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (vide Pasal 55 dan Pasal 169).

(ii) Dalam hukum administrasi negara, seorang kepala daerah seperti gubernur atau wakil gubernur baru bisa berhenti dari jabatannya apabila mendapat persetujuan dari DPRD. Inilah sebabnya mantan wakil gubernur Prijanto batal mengundurkan diri karena niatnya itu dilarang DPRD (vide Pasal 29 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah);

(iii) Semua pengadilan yang prosesnya menggunakan hukum acara perdata baik sebagian maupun seluruhnya seperti pengadilan perdata, PHI, pengadilan tata usaha negara, pengadilan niaga dll, diatur bahwa setelah tergugat menyampaikan jawaban atas gugatan, maka penggugat tidak bisa secara sepihak mencabut gugatan kecuali sudah mendapat persetujuan dari tergugat dan majelis hakim yang memeriksa perkara (vide Pasal 271 alinea 2 Reglement op de Burgerlijke Rectsvordering/Rv).

Sejalan dengan logika hukum ini, Yusril Izha Mahendra, seorang pakar hukum tata negara  menanggapi isu mundurnya Prabowo dengan mengatakan bahwa pernyataan tersebut tidak menyebabkan pilpres 2014 hanya diikuti oleh satu pasangan calon. Artinya, pernyataan mundur dari pencalonan secara sepihak oleh pasangan yang ditetapkan oleh KPU sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak membuat pengunduran diri tersebut berlaku otomatis, terutama karena sampai hari ini tidak ada persetujuan lisan dan/atau tertulis dari KPU sebagai pemegang otoritas pilpres.

Dengan demikian terbukti dan tidak dapat dibantah bahwa dilihat dari sisi manapun tidak ada alasan untuk mempertahankan argumen bahwa Prabowo-Hatta sudah tidak memiliki legal standing untuk menggugat hasil pilpres karena mereka tidak pernah menyatakan mengundurkan diri dan sekalipun benar mereka mengundurkan diri akan tetapi KPU tidak pernah mengabulkan "permohonan mengundurkan diri" tersebut sehingga pengunduran diri tersebut belum sah secara hukum.

Saya gemetar karena ngeri bila mengingat kembali rekaman video di youtube di mana KPPS Jateng merobek kertas suara yang memilih Prabowo-Hatta atau rekaman video di youtube dimana petugas KPPS di Papua mencoblos sendiri kertas-kertas suara untuk memilih Jokowi-JK. Oleh karena itu bagi saya gugatan yang sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi sekarang sangat penting untuk memastikan bahwa pasangan Jokowi-Jusuf Kalla yang ditetapkan sebagai pemenang pilpres oleh KPU yang berpihak dan karena itu menang di atas fondasi yang menginjak-nginjak suara rakyat tidak akan sempat menduduki kursi kepresidenan sekalipun hanya satu hari. "

*Penulis adalah pengamat hukum dan kolumnis amatir
Tags:

Berita Terkait