Berniat Hengkang, Penggugat Sebut Ford Langgar Aturan ini
Berita

Berniat Hengkang, Penggugat Sebut Ford Langgar Aturan ini

Dalam maklumatnya kepada konsumen, Ford menyebut ini keputusan bisnis yang sulit.

FNH/MYS
Bacaan 2 Menit
PN Jaksel. Foto: SGP
PN Jaksel. Foto: SGP
Gara-gara berencana menutup operasional di Indonesia, PT Ford Motor Indonesia (FMI) digugat salah seorang konsumennya. David M.L Tobing, konsumen dimaksud, sudah mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) itu ke PN Jakarta Selatan, Senin (01/2) kemarin. Untuk membela kepentingan hukumnya, David menunjuk Agus Sutopo dan kawan-kawan sebagai kuasa hukum.

Instansi Pemerintah pemberi izin terhadap FMI, yakni Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan turut digugat. Kedua Kementerian dianggap membiarkan atau tidak memberikan teguran atas tindakan sepihak Ford mundur dari seluruh operasi di Indonesia pada paruh kedua tahun ini.

David mengaku sebagai konsumen pemilik Ford Everest sehingga punya legal standing mengajukan gugatan PMH gara-gara keputusan FMI mundur dari Indonesia. FMI memberitahukan rencana mundur itu melalui surat elektronik kepada konsumen, salah satunya David. Pernyataan yang sama tercantum di laman usaha Ford. Dalam maklumatnya, Ford menyatakan mundur dari seluruh operasinya di Indonesia termasuk menutup dealership (keagenan) Ford dan menghentikan penjualan dan impor resmi semua kendaraan Ford. Ford menyatakan ini sebagai ‘keputusan bisnis yang sulit’.

Tetapi bagi David, keputusan Ford itu merugikan. Upaya David meminta penjelasan melalui nomor layanan konsumen juga tak membuahkan hasil memuaskan. Terutama layanan purna setelah Ford hengkang. Ia menganggap keputusan Ford diambil tanpa terlebih dahulu melakukan penunjukan pihak-pihak mana yang akan melanjutkan penyelenggaraan pelayanan purna jual kendaraan bermotor merek Ford.

Menurut David, atas tindakan tersebut FMI sebagai pelaku usaha dan importir Kendaraan Bermotor merek Ford telah melanggar ketentuan Pasal 7 huruf b dan Pasal 9 ayat (1) huruf k UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 7 huruf b berbunyi bahwa "Kewajiban pelaku usaha adalah memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan", dan Pasal 9 ayat (1) huruf k menyatakan bahwa Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti. “Itu jelas disebut dalam UU Perlindungan Konsumen,” kata David kepada hukumonline.

David juga merujuk pada Keputusan Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Elektronika dan Aneka Nomor 007/SK/DJ-ILMEA/V/2001 tentang Pedoman Teknis Pendaftaran Tipe dan Varian dan Penetapan Nomor Identifikasi Kendaraan (NIK/VIN), sebagai importir, FMI harus menandatangani surat pernyataan jaminan terhadap pelayanan mutu dan pelayanan purna jual. Surat pernyataan jaminan terhadap pelayanan mutu dan pelayanan purna jual tersebut dilampirkan pada Lampiran VIII Keputusan Direktorat Jenderal tersebut.

Adapun surat pernyataan jaminan tersebut menyatakan bahwa Tergugat memberi jaminan terhadap mutu dan pelayanan purna jual dari kendaraan bermotor yang diimpor dan menyanggupi akan menyediakan fasilitas perawatan/ perbaikan dan suku cadang kendaraan bermotor di Indonesia dengan memiliki bengkel sendiri atau bekerjasama dengan bengkel lain.

Dalam tuntutan provisi, David Tobing meminta pengadilan memerintahkan FMI menunda penghentian seluruh operasinya di Indonesia, termasuk penutupan dealership, dan memerintahkan FMI tidak membubarkan diri dan/atau melakukan likuidasi sebelum melakukan penunjukan pihak-pihak yang akan melayani purna jual kendaraan bermotor merek Ford.

Dalam pokok perkara, penggugat meminta pengadilan menyatakan FMI telah melakukan PMH, menghukum FMI untuk menjamin layanan purna jual dengan membuat surat pernyataan jaminan di hadapan Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan yang berisi jaminan terhadap mutu dan pelayanan purna jual dari kendaraan bermotor merek Ford, menyediakan fasilitas perawatan/perbaikan kendaraan bermotor merek Ford dengan menunjuk perusahaan/bengkel tertentu yang didukung oleh peralatan khusus yang sangat sesuai yang dikembangkan untuk memperbaiki kendaraan bermotor merek Ford.

Juga meminta pengadilan memerintahkan Ford menjamin ketersediaan mekanik-mekanik berpengalaman dan sudah mengikuti pelatihan khusus, menjamin ketersediaan suku cadang secara berkesinambungan dengan harga wajar bagi konsumen kendaraan bermotor merek Ford, menghukum FMI untuk membayar sebesar Rp6.000,-, serta memerintahkan Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan untuk tunduk pada putusan perkara tersebut.

Koordinator Harian Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengaku belum terlalu memahami persoalan penutupan FMI di Indonesia. Namun Sudaryatmo mengatakan bahwa UU Perlindungan Konsumen secara umum mengatur produk yang dipakai berulang seperti otomotif, bahwa produsen berkewajiban untuk menyediakan layanan sales dan suku cadang.

“Kalau produknya dibuat di dalam negeri maka produsen atau prinsipal di Indonesia yang harus bertanggung jawab. Tapi kalau impor, ya importir itu yang bertanggungjawab karena dalam kontrak itu ada klausul yang menjamin sale services sama suku cadang,” katanya saat dihubungi oleh hukumonline, Senin (1/2).

Ia yakin penutupan pabrik disertai dengan penutupan sale services dan suku cadang akan merugikan konsumen. Layaknya dalam industri telekomunikasi, lanjutnya, FMI seharusnya melakukan penunjukan agen atau perusahaan lain untuk tetap melayani hak-hak konsumen seperti ketersediaan suku cadang dan servis.

“Sebagai perusahaan yang punya nama besar, sudah barang tentu dia juga harus menjaga kredibilitas tidak mentelantarkan konsumen yang sudah percaya produk Ford,” imbuhnya.

Dalam hal penutupan, Ford tidak bisa melakukannya secara sepihak atau tanpa izin dari pemerintah. Menurut Sudaryatmo, pemerintah selaku pihak yang berwenang mengeluarkan izin dan mencabut izin sebuah perusahaan harus dapat memastikan bahwa konsumen yang sudah membeli produk Ford tidak ditelantarkan dan hal tersebut perlu klarifikasi dari pemerintah. “Kalau soal gugatan, ya itu sah saja. Konsumen mempunyai hak untuk mendapatkan kepastian layanan purna jual dan suku cadang,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait