BI, Polri dan Kejagung Teken SKB Percepat Penanganan Kasus Perbankan
Berita

BI, Polri dan Kejagung Teken SKB Percepat Penanganan Kasus Perbankan

SKB ini memastikan koordinasi ketiga instansi sudah bisa dilakukan sejak ada indikasi pidana perbankan.

Zae
Bacaan 2 Menit
BI, Polri dan Kejagung Teken SKB Percepat Penanganan Kasus Perbankan
Hukumonline
Bank Indonesia, Kepolisian RI, dan Kejaksaan Agung bersepaham bahwa penanganan tindak pidana di bidang perbankan harus ditangani dengan lebih optimal. Ketiga instansi ini sepakat untuk mempercepat proses penanganannya.

Kolusi terselubung

Komentar senada juga datang dari Kapolri, Jend. Da'i Bachtiar. Dia mengatakan pada SKB sebelumnya, koordinasi antara ketiga instansi baru dilakukan saat kasus itu sudah secara konkret dinyatakan sebagai kasus. "Kalau menunggu itu, prosesnya terlalu lama dan bisa sangat terlambat," ujar Da'i.

Beberapa kasus yang ditangani melalui prosedur SKB yang lama bisa memberikan celah kepada para pelanggar untuk melakukan antisipasi misalnya dengan menghilangkan bukti. Jika terjadi demikian, hal itu sangat menyulitkan pihak kepolisian untuk melakukan proses penyidikan dan pembuktian.

Hanya saja Da'i berpesan agar SKB ini tidak lantas menjadi semacam kolusi terselubung antara petugas baik dari BI, Polri atau Kejagung dengan pelaku tindak pidana. Artinya, petugas dengan alasan menunggu koordinasi dengan instansi lain, malah memberi peluang kepada pelaku tindak pidana, misalnya untuk melarikan diri.

Sementara itu, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan bahwa sebagus apa pun SKB atau aturan yang berlaku, pelaksanaannya terpulang pada pelaksananya sendiri. Maksudnya, meski aturannya bagus pelaksanaannya tidak akan efektif jika petugas pelaksananya tidak melaksanakan dengan baik.

"Peraturan memang tidak akan pernah cukup. Dalam masalah penegakan hukum, meski ada undang-undang dan aturan lain yang bagus, integritas kita juga yang menentukan," tegas Abdul Rahman.

Kesepakatan tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang penanganan dugaan tindak pidana di bidang perbankan, yang ditandatangani langsung oleh pimpinan ketiga institusi negara tersebut; Gubernur BI, Kapolri dan Jaksa Agung di Gedung BI, Jakarta (20/12).

Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah, mengatakan bahwa penandatangan SKB ini merupakan revitalisasi dan penyempurnaan dari SKB sebelumnya pada 6 November 1997. "Pertimbangan utama untuk menyempurnakan SKB tersebut adalah untuk memperlancar, mempercepat, dan mengoptimalkan penanganan dugaan tindak pidana di bidang perbankan," tegasnya.

Menurut Burhanuddin, berbeda dengan SKB sebelumnya, melalui SKB baru ini, koordinasi antara ketiga instansi ini sudah bisa dilakukan sejak munculnya indikasi terjadinya pelanggaran pidana. Sebenarnya, lanjut Burhanuddin, isi SKB lama tidaklah buruk sehingga perlu diperbaharui. Keberhasilan praktik SKB lama terlihat misalnya dalam kasus Bank Global baru-baru ini. Koordinasi antara BI dengan Polri yang cepat dan sigap bisa menggagalkan upaya menghilangkan dokumen-dokumen Bank Global.

Hanya saja, dengan SKB yang baru ini, penangan kasus-kasus semacam itu bisa dilaksanakan lebih dini lagi. Misalnya, saat muncul indikasi terjadinya tindak pidana di bidang perbankan, melalui koordinasi dengan BI, pihak kepolisian dan kejaksaan sudah bisa mulai bergerak.

Berdasarkan catatan BI, 404 kasus tindak pidana perbankan di 207 bank sudah dapat diselesaikan. Dengan demikian, masih ada 24 kasus dari 16 bank yang masih dalam tahap investigasi. "Diharapkan MoU baru ini bisa diterapkan dalam kasus-kasus tersebut," ujar Burhanuddin.

Tags: