BPP DPRD Harus Mengacu Daerah Induk Sebelum Pemilu
Berita

BPP DPRD Harus Mengacu Daerah Induk Sebelum Pemilu

Pasal 158 ayat (1) UU Pemda harus merujuk pula pada Pasal 29 ayat (4) UU No. 8 Tahun 2012.

ASH
Bacaan 2 Menit
Pemohon prinsipal Zuharman didampingi kuasanya Ahmad Irawan hadir dalam sidang pengucapan amar putusan perkara uji materi UU Pemerintahan Daerah, (21/6) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Foto: Humas MK
Pemohon prinsipal Zuharman didampingi kuasanya Ahmad Irawan hadir dalam sidang pengucapan amar putusan perkara uji materi UU Pemerintahan Daerah, (21/6) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Foto: Humas MK
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan aturan penentuan bilangan pembagi pemilih (BPP) saat pemekaran daerah dalam Pasal 158 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai penentuan BPP mendasarkan pada hasil pemilihan umum di daerah pemilihan kabupaten/kota induk dan kabupaten/kota yang dibentuk sebelum pemilihan umum.

Demikian bunyi amar putusan No. 7/PUU-XIII/2015 yang diketok Ketua Majelis MK Arief Hidayat di ruang sidang MK, Selasa (21/6). Sebelumnya, redaksional Pasal 158 ayat (1) huruf c UU Pemda ini berbunyi : “Dalam hal dilakukan pembentukan daerah kabupaten/kota setelah pemilihan umum, pengisian anggota DPRD kabupaten/kota di daerah kabupaten/kota induk dan daerah kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum dilakukan dengan cara : (c) menentukan bilangan pembagi pemilih berdasarkan hasil pemilihan umum di daerah pemilihan daerah kabupaten/kota induk dan daerah kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum.”

Permohonan ini diajukan Partai Hati Nurani Rakyat (Partai Hanura), Partai Amanat Nasional (PAN), Caleg Partai Hanura Zulharman. Para pemohon mendalilkan tata cara pengisian anggota DPRD dalam Pasal 158 ayat (1) huruf c UU Pemda dengan cara “menentukan BPP berdasarkan hasil pemilu di dapil kabupaten/kota induk dan daerah kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum” menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil.

Aturan penentuan BPP yang baru ini menyebabkan hilangnya kursi DPRD milik para pemohon setelah adanya pemekaran daerah Kabupaten Muara Enim yang melahirkan Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI). Padahal pemekaran Kabupaten PALI dilakukan ketika penyelenggaraan pemilu berlangsung. Alhasil, berlakunya pasal a quo terjadi perubahan komposisi kursi partai politik yang akan mendapatkan kursi di daerah kabupaten Muara Enim apabila dilakukan penataan kabupaten induk dan pengisian anggota DPRD di kabupaten pemekaran.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Suhartoyo, Mahkamah berpendapat Kabupaten PALI dibentuk berdasarkan UU No. No. 7 Tahun 2013 yang disahkan pada 11 Januari 2013. Saat itu, sudah memasuki tahapan penyelenggaraan pemilu, yaitu antara Perencanaan Program dan Anggaran yang dimulai pada 9 Juni 2012 sampai dengan Penataan dan Penetapan Daerah Pemilihan yang berakhir pada 9 Maret 2013.

Adapun Keputusan KPU No. 98/Kpts/KPU/Tahun 2013 a quo ditetapkan pada 9 Maret 2013 yang saat itu menjadi batas akhir tahapan penetapan Dapil DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Sedangkan, Keputusan KPU No. 609/Kpts/KPU/Tahun 2014 a quo ditetapkan pada 12 November 2014 atau sudah melewati masa tahapan penetapan Dapil khususnya untuk Dapil DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

“Berdasarkan uraian di atas, ternyata Kabupaten PALI dibentuk sebelum memasuki tahapan pemungutan suara sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1 angka 1 dan 2 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif. Karenanya, Mahkamah berpendapat bahwa pembentukan Kabupaten PALI harus ditafsirkan dibentuk sebelum Pemilu Tahun 2014,” terang Suhartoyo.

Terkait Pemohon III, Caleg Partai Hanura Zulharman, Mahkamah menilai permohonan pemohon merupakan kasus konkrit kerugian konstitusional akibat berlakunya Pasal 158 ayat (1) huruf c yang multitafsir. Mahkamah menilai permohonan tersebut sebagai pintu masuk yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari upaya Pemohon III untuk meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap hak-hak konstitusional Pemohon III, khususnya akibat diberlakukannya ketentuan Pasal 158 ayat (1) UU Pemda.

Mahkamah juga berpendapat untuk memberikan pertimbangan hukum terhadap Pasal 158 ayat (1) UU Pemda harus merujuk pula pada Pasal 29 ayat (4) UU 8 Tahun 2012 yang menyatakan,Penataan daerah pemilihan di kabupaten/kota induk dan pembentukan daerah pemilihan di kabupaten/kota baru dilakukan untuk Pemilu berikutnya.

Artinya, Kabupaten PALI yang pada Pemilu Tahun 2014 sudah menjadi kabupaten/kota tersendiri. Namun, oleh Mahkamah telah dimaknai pembentukan Kabupaten PALI harus ditafsirkan dibentuk sebelum Pemilu Tahun 2014.

“Sehingga Dapil-nya masih menjadi satu dengan Kabupaten Muara Enim (kabupaten induk) karena tahapan Penataan dan Penetapan Daerah Pemilihan telah dilaksanakan sesuai jadwal yaitu berakhir pada 9 Maret 2013 dengan ditetapkannya Keputusan KPU No. 98/Kpts/KPU/Tahun 2013,” jelasnya.
Tags:

Berita Terkait