Cara Penyelesaian Sengketa Perdata Umum di Pengadilan Negeri
Utama

Cara Penyelesaian Sengketa Perdata Umum di Pengadilan Negeri

Penanganan kasus perdata tidak selalu harus ke Pengadilan, tetapi dapat juga dilakukan upaya negosiasi dan mediasi.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit

Kemudian, untuk unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang harus dipenuhi adalah: adanya perbuatan melawan hukum; adanya kesalahan; adanya kerugian; adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum, kesalahan dan kerugian yang ada.

Dalam proses penyelesaian sengketa perdata umum di Pengadilan, Associate SSMP lainnya, yaitu Rexi Kilian Agrifa mengungkapkan, terdapat dua cara dalam penyelesaian sengketa perdata, yaitu dengan cara litigasi dan non litigasi. “Litigasi merupakan proses penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui pengadilan. Sementara untuk cara non litigasi dapat dilakukan dengan cara arbitrase yai u penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum,” ujarnya.

Hukumonline.com

Associate Siregar Setiawan Manalu Partnership (SSMP), Rexi Kilian Agrifa (kiri bawah) dalam webinar Hukumonline bertema Penyelesaian Sengketa Perkara Litigasi Perdata dan Niaga bagi Korporasi, Kamis (4/5).

Selain melalui cara litigasi dan non litigasi, penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara gugatan sederhana. “Gugatan sederhana merupakan suatu gugatan perdata akibat terjadinya wanprestasi atau perbuatan melawan hukum dengan nilai gugatan paling banyak sebesar Rp500 juta,” lanjutnya.

Dalam gugatan sederhana, tidak dapat diajukan tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik atau kesimpulan, hal ini sesuai dengan Pasal 17 Perma 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.

Dalam praktiknya, cara penyelesaian sengketa perdata umum kerap tidak menemui titik keberhasilan, maka penggugat dapat menempuh upaya hukum terhadap putusan perdata tersebut. Di antaranya yaitu dengan upaya hukum biasa yang terdiri dari perlawanan atau verzet, banding dan kasasi.

Jika penggugat masih tidak puas terhadap putusan perdata tersebut, dapat menempuh upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali, yang mana pada tahap ini putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat diperiksa kembali dengan tujuan untuk membatalkannya.

“Peninjauan Kembali ini dapat diajukan dengan alasan-alasan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 67 UU No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait