Catahu LBH Jakarta 2019: Demokrasi, Hukum, dan HAM Alami Kemunduran
Utama

Catahu LBH Jakarta 2019: Demokrasi, Hukum, dan HAM Alami Kemunduran

LBH memperkirakan dalam 5 tahun ke depan tren pengaduan tidak jauh berbeda dengan tahun ini dimana kasus terbanyak diadukan terkait pelanggaran hak sipol. Ini disebabkan kebijakan yang mengutamakan pembangunan infrastruktur, ekonomi, dan memberi karpet merah untuk investasi, sehingga pembangunan sektor hukum, HAM, dan demokrasi dikesampingkan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Kantor YLBHI. Foto: SGP.
Kantor YLBHI. Foto: SGP.

Sepanjang tahun 2019, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) menerima 1.496 pengaduan. Pengaduan tahun ini jumlahnya lebih banyak daripada tahun 2018 sebesar 1.148 pengaduan. Direktur LBH Jakarta Arif Maulana mengatakan ada banyak hal yang menyebabkan meningkatnya jumlah pengaduan itu diantaranya kondisi demokrasi, hukum, dan HAM yang mengalami kemerosotan atau kemunduran.

 

Arif mencatat banyak produk hukum yang tidak memberi keadilan bagi masyarakat, terutama korban. Kinerja aparat penegak hukum juga perlu dievaluasi karena transparansi dan akuntabilitasnya menurun. Atas dasar itu, tema yang diusung dalam Catatan Akhir Tahun (Catahu) LBH Jakarta 2019 yakni “Reformasi Dikorupsi, Demokrasi Direpresi.”

 

“Setelah 21 tahun reformasi, demokrasi, hukum, dan HAM mengalami kemunduran signifikan,” ujar Arief saat peluncuran Catahu LBH Jakarta 2019, Jumat (6/12/2019). Baca Juga: RPJMN 2020-2024 Dinilai Lupakan Sektor Hukum dan HAM

 

Adapun dari 1.496 pengaduan yang diterima LBH Jakarta berdasarkan kategori pelanggaran tercatat sebanyak 535 kasus yang diadukan masuk kategori pelanggaran hak sipil dan politik (sipol); pelanggaran hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) 357 kasus; dan kelompok khusus 269 kasus.

 

Berdasarkan jenis kasus yang diadukan, Arif memaparkan 514 kasus nonstruktural seperti pidana dan perdata. Kemudian 431 kasus perkotaan dan masyarakat urban antara lain persoalan tanah dan tempat tinggal, pendidikan, pelayanan publik, dan kesehatan. Sebanyak 203 kasus keluarga, seperti perceraian, waris, dan KDRT. Selanjutnya 196 kasus perburuhan seperti hubungan kerja dan hak-hak normatif ketenagakerjaan.

 

Dalam beberapa tahun terakhir, kasus yang paling banyak diadukan ke LBH Jakarta biasanya terkait dengan kasus perburuhan. Tapi ada tren baru tahun ini dimana jumlah kasus pengaduan paling banyak berkaitan soal investasi dan perkembangan teknologi, seperti pinjaman daring; penyadapan sewenang-wenang terhadap aktivis HAM; persekusi akibat penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian. Lalu, kasus pelecehan seksual melalui media sosial dan perjanjian yang tidak adil antara pengemudi dan perusahaan transportasi daring melalui “perjanjian kemitraan.”

 

“Sepanjang 2019 LBH Jakarta menangani sekitar 5 ribu kasus pelanggaran hukum dan HAM yang terkait dampak negatif perkembangan teknologi dan digitalisasi,” paparnya.  

Tags:

Berita Terkait