Catatan Kritis LBH Jakarta atas Kebijakan Normal Baru
Berita

Catatan Kritis LBH Jakarta atas Kebijakan Normal Baru

Secara umum LBH Jakarta menilai kebijakan new normal ini tidak tepat karena tidak didasarkan pada evaluasi kebijakan penanganan Covid-19 yang jelas.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Pelibatan aparat Kepolisian dalam ‘pengamanan dan pendisiplinan’ new normal justru mengarah pada potensi represitas aparat terhadap ruang kehidupan publik, masyarakat sipil yang dalam kondisi saat ini sebenarnya mesti ‘dihindari’ oleh Pemerintah demi mencegah peningkatan jumlah angka penderita virus Covid-19,” dalihnya.

Begitu pula pelibatan TNI, Arif menegaskan kebijakan new normal, salah kaprah karena TNI merupakan alat pertahanan negara yang ditujukan untuk menghadapi perang, bukan mendisiplinkan warga atau aparat penegak hukum. Pelibatan TNI ini harus mengacu Pasal 7 ayat (2) huruf b dan Pasal 20 ayat (2) UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI yang menegaskan penanggulangan wabah penyakit atau mendisiplinkan publik tidak termasuk kategori operasi militer selain perang (OMSP). Pasal 17 UU No.34 Tahun 2004 membuka peluang Presiden mengerahkan TNI, tapi ada syaratnya dan harus dalam keadaan memaksa dan tujuannya untuk menghadapi ancaman militer atau bersenjata, bukan pandemi penyakit.

Arif mengingatkan Pasal 25 dan Pasal 26 UU Penanggulangan Bencana menyebut dalam keadaan darurat bencana kepala BNPB/BPBD dapat melakukan pengerahan sumber daya untuk tanggap darurat termasuk pelibatan TNI dan Polri. Tapi pelibatan TNI dan Polri ini sifatnya terbatas, hanya untuk menyelamatkan dan evakuasi korban bencana, pemenuhan kebutuhan dasar, dan memulihkan fungsi sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana.

“Pelibatan sebagaimana rencana pemerintah untuk pendisiplinan warga dalam konsep new normal tidak tepat,” tegasnya.

Atas dasar itu, LBH Jakarta mengusulkan agar pemerintah melakukan sedikitnya 6 hal. Pertama, Presiden Joko Widodo perlu menunda dan membatalkan kebijakan new normal karena berpotensi meningkatkan jumlah penularan pandemi Covid-19. Kedua, membatalkan pelibatan Polri dan TNI dalam pelaksanaan kebijakan new normal. Ketiga, utamakan keselamatan rakyat dengan mengedepankan pendekatan kesehatan, pendidikan publik, dan partisipasi masyarakat untuk penanggulangan pandemi Covid-19 dengan mengoptimalkan UU Kekarantinaan Kesehatan dan UU Penanggulangan Bencana.

Keempat, pemerintah perlu segera melengkapi paket kebijakan peraturan pelaksana kekarantinaan kesehatan sebagaimana mandat UU No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang mencalup karantinta rumah, RS, dan wilayah. Peraturan ini dibutuhkan sebagai alternatif kebijakan kekarantinaan kesehatan selain PSBB. Kelima, evaluasi kebijakan penanganan pandemi Covid-19 secara transparan dan akuntabel serta merumuskan kebijakan yang sistematis, efektif dan berdasarkan hukum untuk menanggulangi wabah berbasis data dan ilmiah.

Keenam, DPR harus menghentikan pembahasan RUU Omnibus Law dan RUU lain yang kontroversial. DPR harus fokus menjalankan fungsi pengawasan dan koreksi terhadap kinerja pemerintah, terutama dalam penanggulangan Covid-19.

Tags:

Berita Terkait