Catatan YLKI Soal Kantong Plastik Berbayar
Berita

Catatan YLKI Soal Kantong Plastik Berbayar

Pemberlakuan kantong plastik berbayar seharusnya tidak hanya menyasar pelaku ritel modern, tetapi juga pasar-pasar tradisional.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit

 

Selain itu, Tulus mengatakan perlu ada upaya radikal untuk mengurangi sampah plastik, bukan sekadar memberlakukan kantong plastik berbayar di sektor ritel. Menurutnya, penggunaan kantong plastik sudah sangat mengkhawatirkan. “Sudah seharusnya pemerintah, pelaku usaha, produsen dan konsumen bersinergi," katanya.

 

Tulus mengatakan pengurangan sampah kantong plastik seharusnya menjadi kebijakan dan gerakan nasional yang radikal oleh pemerintah pusat, bukan sporadis di masing-masing daerah.

 

Upaya pengurangan sampah kantong plastik yang sporadis, kata Tulus, menunjukkan belum ada keseriusan dari pemerintah, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. "Belum ada keseriusan untuk menyelamatkan lingkungan dari pencemaran sampah plastik," ujarnya.

 

Tulus menilai pengurangan kantong plastik, misalnya dengan memberlakukan kantong plastik berbayar, seharusnya tidak hanya menyasar pelaku ritel modern, tetapi juga pasar-pasar tradisional. Hal itu bisa dimulai dari Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya, badan usaha milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

 

"Seharusnya bukan hanya kantong plastik saja, melainkan pembungkus plastik untuk kemasan makanan, minuman, kosmetik dan lain-lain juga harus ramah lingkungan," tuturnya.

 

Tulus menilai sampah plastik pembungkus barang-barang konsumsi yang beredar di masyarakat adalah sumber pencemaran lingkungan yang sebenarnya.

 

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Ritel (Aprindo) menyatakan salah satu upaya mendukung upaya pemerintah mengurangi sampah dan menangani sampah yakni dengan kembali menerapkan kebijakan Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) secara bertahap mulai 1 Maret 2019.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait