Cegah Covid-19, Ini Syarat Narapidana dan Anak Bebas Lewat Asimilasi-Integrasi
Berita

Cegah Covid-19, Ini Syarat Narapidana dan Anak Bebas Lewat Asimilasi-Integrasi

Selain pembebasan narapidana dan anak ini, disarankan pula Presiden memberi grasi dan amnesti massal terhadap kejahatan tertentu guna lebih mengurangi over kapasitas lapas dan rutan dalam upaya pencegahan Covid-19.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi. Hol
Ilustrasi. Hol

Guna melawan Covid-19, pemerintah terus berupaya mengambil langkah kebijakan guna  mencegah penyebaran virus corona yang terus meningkat terutama mencegah semaksimal mungkim aktivitas kerumunan. Salah satunya, kondisi lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) yang selama ini mengalami over kapasitas.

 

Belum lama ini, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly telah menandatangani Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

 

Kepmen yang ditandatangani Yasonna H Laoly pada Senin 30 Maret 2020 ini menyebutkan sejumlah hal yang menjadi pertimbangan terbitnya kebijakan ini diantaranya Lapas, lembaga pembinaan khusus anak (LPKA), dan rumah tahanan negara merupakan institusi tertutup yang memiliki tingkat hunian tinggi, sehingga sangat rentan penyebaran dan penularan Covid-19.

 

“Memutuskan pengeluaran pembebasan narapidana dan anak melalui asimilasi dan integrasi adalah upaya pencegahan dan penyelamatan narapidana dan anak yang berada di Lapas, lembaga pembinaan khusus anak, dan rumah tahanan negara dari penyebaran covid-19,” demikian bunyi pertimbangan Kepmenkumham ini.

 

Ada sejumlah syarat pengeluaran narapidana dan anak melalui asimilasi sesuai Kepmenkumham ini. Pertama, narapidana yang 2/3 masa pidananya jatuh sampai 31 Desember 2020. Kedua, anak yang ½ masa pidananya jatuh sampai dengan 31 Desember 2020.

 

Ketiga, narapidana dan anak yang tidak terkait dengan PP No.99 Tahun 2012, yang tidak sedang menjalani subsider dan bukan warga negara asing. Keempat, asimilasi dilaksanakan di rumah. Kelima, surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh Kepala Lapas, LPKA, dan Rutan. Kemudian pembebasan anak melalui integrasi (pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas) dilakukan dengan mekanisme yang kurang lebih sama dengan asimilasi.

 

Hanya saja bedanya, usulan pembebasan melalui integrasi melalui usulan yang dilakukan melalui sistem database pemasyarakatan. Selain itu, Surat Keputusan Integrasi diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Khusus pembimbingan dan pengawasan asimilasi serta integrasi dilaksanakan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas). Selain itu, laporan pembimbingan dan pengawasan dilakukan secara daring.

 

Dalam kepmen itu juga disebutkan bahwa Kepala lapas, kepala LPKA, kepala rutan, dan kepala bapas menyampaikan laporan pelaksanaan pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak kepada Dirjen Pemasyarakatan melalui kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM.

 

Kepala divisi pemasyarakatan melakukan bimbingan dan pengawasan pelaksanaan keputusan menteri ini dan melaporkannya kepada Dirjen Pemasyarakatan. Kepmen ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan akan dilakukan perbaikan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan. Baca Juga: Sejumlah Usulan Koalisi Terkait Status Keselamatan Tahanan

 

Grasi-amnesti massal

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengapresiasi langkah pemerintah dengan melakukan program asimilasi dan integrasi mengeluarkan narapidana dan anak dari Lapas dan Rutan. Namun, keputusan pemerintah dinilai belum cukup. Pasalnya, melalui keputusan Menkumham itu belum siginifikan mengurangi jumlah penghuni Rutan/Lapas.

 

“Presiden harus turun tangan responsif memberikan grasi dan amnesti massal kepada pengguna narkotika dalam Lapas dan menyuarakan penghentian penahanan pada penyidik dan penuntut umum untuk mencegah penyebaran Covid-19 Rutan/Lapas,” pintanya.

 

Berdasarkan skema program asimilasi dan integrasi, kata Erasmus, Menkumham memperkirakan dapat mengeluarkan 30.000-an napi dari Lapas atau Rutan seluruh Indonesia. Bagi Eras, begitu biasa disapa, pengurangan 30 ribu napi hanya berkurang 11 persen penghuni dari Rutan dan Lapas. Artinya, masih terdapat 240 ribu penghuni Lapas dan Rutan lainnya.

 

Sedangkan kapasitas Lapas dan Rutan hanya dapat menampung 130 ribu orang napi. Dengan begitu, pengurangan jumlah napi di Lapas dan Rutan masih menimbulkan over kapasitas. Akibatnya, dimungkinkan masih berdampak terhadap penyebaran Covid-19 masif di Lapas maupun Rutan.

 

ICJR, kata Eras, telah melayangkan rekomendasi kepada Menkumham terkait upaya pencegahan Covid-19 di Rutan/Lapas. Dalam rekomendasinya, ICJR mendorong agar Presiden Jokowi mengupayakan pemberian grasi dan amnesti massal di samping percepatan pemberian pembebasan bersyarat. 

 

Pemberian grasi dan amnesti massal diprioritaskan bagi kelompok-kelompok tertentu. Seperti napi lanjut usia berusia 65 tahun ke atas; napi yang menderita penyakit komplikasi bawaan; napi perempuan yang dalam kondisi hamil atau membawa bayi/anak. Kemudian pelaku tindak pidana ringan yang dihukum penjara di bawah 2 tahun; pelaku tindak pidana tanpa korban; pelaku tindak pidana tanpa kekerasan dan napi pengguna narkoba.

 

Baginya, pelepasan terhadap kelompok tertentu itu bergantung pada risk assessment yang telah dilakukan oleh Kemenkumham. Dengan adanya aturan tentang Revitalisasi Pemasyarakatan, maka Menkumham sebenarnya telah memiliki daftar narapidana dalam resiko rendah dan sedang. Karenanya, narapidana yang masuk dalam kategori narapidana resiko rendah dan sedang tersebut harus dipertimbangkan untuk pemberian grasi atau amnesti. 

 

“Pada kondisi ini, peran Presiden Joko Widodo diperlukan untuk menangani masalah ini, tidak hanya dari Kementerian Hukum dan HAM. Jumlah orang dalam Rutan dan Lapas harus segera dikurangi,” sarannya.

 

Wakil Ketua MPR Arsul Sani sepakat dalam mengurangi jumlah penghuni lapas guna pencegahan penyebaran Covid-19, Presiden perlu menerbitkan grasi dan amnesti bagi para narapidana. Namun, penerbitan grasi dan amnesti oleh Presiden dilakukan secara selektif. Misalnya, pemberian pengampunan atau penghapusan hukuman bagi napi yang statusnya hanya penyalahguna/pengguna narkoba murni atau tindak pidana yang bukan kategori kejahatan berat.

 

“Meminta agar Presiden mempertimbangkan pemberian amnesti atau grasi secara selektif terhadap narapidana kasus-kasus tertentu,” ujar Wakil Ketua MPR, Arsul Sani dalam keterangannya, Senin (30/3/2020) kemarin.

Tags:

Berita Terkait