Cerita Kolega Mengenang Sosok J Satrio Semasa Hidup
Utama

Cerita Kolega Mengenang Sosok J Satrio Semasa Hidup

Sang Begawan Hukum Perdata dikenang sebagai sosok yang memiliki ilmu yang luas dan aktif menulis berbagai karya pikirnya hingga akhir hayat.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Mendiang Juswito Satrio. Foto: Dokumentasi Hukumonline
Mendiang Juswito Satrio. Foto: Dokumentasi Hukumonline

Menginjak usia 86 tahun lebih, Sang Begawan Hukum Perdata, Juswito Satrio atau yang lebih dikenal ‘J Satrio’ tutup usia pada Rabu (26/10/2022) di Purwokerto, Jawa Tengah. Semasa hidupnya, orang-orang di sekeliling almarhum mengenalnya sebagai sosok yang tiada hentinya belajar dan melahirkan banyak karya pemikirannya di bidang hukum perdata.

“Pak Satrio itu menyelesaikan studi di FH UI (Fakultas Hukum Universitas Indonesia) dengan gelar Sarjana Hukum, tetapi profesor dalam Hukum Perdata menurut saya satu-satunya itu Pak Satrio. Walaupun gelarnya S-1, tetapi (ilmunya) 'mengalahkan' yang profesor,” ujar seorang Notaris Emeritus Notaris dari Surabaya, Wahyudi Suyanto, saat dihubungi Hukumonline, Rabu (26/10/2022).

Wahyudi, yang merupakan sahabat dari mendiang Begawan Hukum Perdata itu, melihat almarhum semasa hidupnya merupakan seseorang yang ringan tangan (suka menolong). Seperti tidak pernah sekalipun ia menolak permintaan temannya untuk berbagi pengetahuan menjadi pembicara. Masih teringat betul di benak Wahyudi, bagaimana kedekatan keduanya dimulai dari seringnya saling berkomunikasi melalui telepon.

Baca Juga:

Dalam komunikasi terakhirnya yang sempat terjalin dengan J Satrio, almarhum meminta kepada Wahyudi dan rekan lainnya Dr. Susanti untuk meneliti tulisan terbaru yang digarapnya tentang buku Perjanjian Bernama. Sebelumnya almarhum sempat mengatakan bahwa buku tersebut akan segera dicetak, namun ia belum mengetahui pastinya apakah sudah dicetak atau belum. Kecintaan Satrio terhadap ilmu hukum perdata memang tidak dapat diragukan lagi, telah banyak buku yang dicetak merupakan buah pikirnya hingga mencapai 27 buku.

“Luar biasa ini, dan konsisten tulisannya. Setiap ada permasalahan terhadap tulisan itu Pak Satrio segera menanggapi. (Memang) pesan almarhum, harus belajar terus. (Dahulu) diajak begadang sampai jam 2 sampai jam 3 oke dengan teman-teman di Surabaya. Besok paginya ngasih ceramah lagi dari jam 9, nonstop itu tidak ada konflik. Dia dengan senang bercerita perihal hukum perdata,” kenangnya.

Sebagai seorang yang pernah bergelut di dunia notaris, Wahyudi mengatakan bahwa buku-buku peninggalan almarhum wajib untuk dibaca notaris. Sebenarnya bukan hanya buku, Satrio juga memiliki kumpulan berbagai artikel yang masih terhimpun rapih di dalam komputer. Atas dedikasi dan perhatiannya terhadap ilmu hukum perdata, melalui didikannya telah melahirkan banyak murid sukses yang kini berprofesi sebagai hakim hingga dosen.

“Menurut saya sudah lengkap buku-bukunya. Cuma yang tertinggal memang buku tentang Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama itu. Isinya sudah dikoreksi bersama-sama, pengantarnya sudah dibuat, judulnya Perjanjian Bernama Menurut KUHPerdata, Doktrin dan Putusan Pengadilan tentang Perjanjian Jual Beli dan Tukar Menukar. Semoga apa yang telah ditulis Pak Satrio ini menjadi kenangan indah dan membawa pada harapannya, hukum ini ditegakkan sesuai dengan aturan,” ungkap kawan lama J Satrio itu.

Tags:

Berita Terkait