DABUS: Meninjau Kedudukan Artificial Intelligence sebagai Inventor dari Hukum Indonesia
Kolom

DABUS: Meninjau Kedudukan Artificial Intelligence sebagai Inventor dari Hukum Indonesia

AI seperti DABUS tidak dapat diakui sebagai inventor di Indonesia. Akibatnya, invensi yang dihasilkan oleh AI tidak dapat diberikan hak atas paten.

Lantas bagaimana dengan invensi yang dihasilkan oleh AI seperti DABUS? Apakah AI memiliki kehendak bebas untuk memberikan persetujuan pada pihak lain untuk melaksanakan invensi tersebut kepada pihak lain? Siapa yang berhak atas hak ekonomi dari invensi yang dihasilkan oleh AI? Pertanyaan semacam ini yang kemudian akan muncul. Tentunya hingga saat ini, diskursus untuk pembahasan hal-hal tersebut masih sangat menarik untuk dibahas dan masih selalu diperdebatkan.

Meskipun demikian, Penulis hendak memandangnya dari sudut pandang sebagai berikut: Inventor merupakan orang yang menghasilkan invensi dan invensi tersebut dapat diberikan paten (hak eksklusif). Mengingat adanya pemberian hak eksklusif, tentunya akan melekat pula hak dan kewajiban bagi inventor selaku penghasil invensi. Dalam konteks AI dan segala perdebatannya, Penulis membayangkan bahwa pencipta/pemilik AI hendak mendapatkan berbagai hak dan keuntungan atas paten dari invensi seperti yang dihasilkan DABUS.

Namun di sisi lain, penulis juga memandang bahwa pencipta/pemilik AI seperti DABUS juga ingin “terlepas” dari segala bentuk kewajiban sebagai inventor. Sebagai contoh, dalam hal DABUS membuat sebuah invensi yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, agama, ketertiban umum, kesusilaan maupun kepentingan dan keamanan negara, muncul persoalan, apakah Thaler sebagai inventor DABUS tetap dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan invensinya tersebut? Dengan konstruksi hukum yang ada, bisa saja bahwa Thaler mengelak bahwa itu adalah sepenuhnya tindakan DABUS dan Thaler melepaskan tanggung jawab atasnya.

Kesimpulan

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa AI seperti DABUS tidak dapat diakui sebagai inventor di Indonesia. Akibatnya, invensi yang dihasilkan oleh AI tidak dapat diberikan hak atas paten. Hal tersebut dikarenakan sejatinya UU Paten Indonesia melimitasi inventor adalah orang atau natuurlijke persoon sebagaimana UU Paten di Amerika Serikat dan Korea Selatan.

Selain itu, Stranas AI Indonesia 2020-2045 pun melimitasi bahwa AI hanyalah sebagai alat bantu bukan sebagai subjek hukum itu sendiri. Adapun kami juga menilai bahwa terdapat kekhawatiran bila pencipta atau pemilik AI ke depannya hanya berusaha memanfaatkan AI untuk menghasilkan invensi tanpa ingin dibebani tanggung jawab sebagai inventor.

*)Osan Ramdan, Sanditya Ibnu Hapinra, Syakira Rimadita Gunawan. Ketiganya adalah mahasiswa hukum pada STHI Jentera.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Ketiga Penulis memperoleh Juara III Hukumonline Legal Opinion Competition 2023.

Tags:

Berita Terkait