Daftar Konten Hoax yang Curi Perhatian Publik di 2018
Lipsus Akhir Tahun 2018:

Daftar Konten Hoax yang Curi Perhatian Publik di 2018

Maraknya penyebaran berita hoax tentu menjadi perhatian pemerintah. Meski demikian, masyarakat tentunya perlu bijak dalam menerima dan menyebarkan informasi.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit

 

Jenis Sanksi

Sanksi

Dasar Hukum

Hukuman Disiplin Ringan

  1. Teguran lisan;
  2. Teguran tertulis,dan;
  3. Pernyataan tidak puas secara tertulis.

Pasal 7 ayat (2) PP No. 53 Tahun 2010

Hukuman Disiplin Berat

  1. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun;
  2. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
  3. Pembebasan dari jabatan;
  4. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, dan;
  5. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

Pasal 7 ayat (4) PP No. 53 Tahun 2010

 

Jerat Pidana

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) yang saat ini menjadi pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Miko Ginting, menjelaskan bahwa penyebar berita hoax/kabar bohong/kabar yang tidak lengkap itu dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Jerat hukum jika menggunakan Pasal 14 dan 15 UU 1/1946 ini tidak tanggung-tanggung, kata Miko, ada yang bisa dikenakan sanksi 2 tahun, 3 tahun, bahkan 10 tahun yang dikualifikasi dalam 3 bentuk pelanggaran, yakni:

 

No.

Kualifikasi Konten Hoax

Sanksi

Dasar Hukum

1.

Menyiarkan berita bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat

10 Tahun

Pasal 14 ayat (1)

2.

Menyiarkan berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyengka bahwa berita itu bohong

3 Tahun

Pasal 14 ayat (2)

3.

Menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau tidak lengkap, sedangkan ia mengerti dan mampu menduga bahwa kabar itu akan menerbitkan keonaran

2 Tahun

Pasal 15

 

Miko juga menyebut bahwa pasal 14 dan 15 UU 1/1946 itu lebih mudah dikenakan terhadap penyebar berita hoaks ketimbang menggunakan pasal-pasal dalam UU ITE. Menurut Miko, pasal penyebaran berita hoax yang diatur dalam UU ITE sangatlah terbatas pada konteks yang menimbulkan kerugian konsumen dan ada juga yang sifatnya ujaran kebencan yang menimbulkan permusuhan SARA.

 

“Nah, kalau dalam UU ITE itu ada klausul lainnya, jadi tidak sekadar memberi kabar menyesatkan atau bohong, tapi harus ada ‘klausul’ lain seperti menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA. Sedangkan jika menggunakan pasal 14 dan 15 UU 1/1946, maka tidak diperlukan klausul lain, karena ia murni kabar tidak lengkap atau kabar bohong,” jelas Miko kepada hukumonline, Selasa, (22/5) lalu.

 

Sebelumnya, Kepala Sub-Direktorat Penyidikan dan Penindakan pada Direktorat Keamanan Informasi Kemenkominfo, Teguh Afriyadi, pernah menyebut kepada hukumonline bahwaada 3 jenis konten hoax yang dapat dipidana penjara 4-6 tahun dan dengan denda maksimal Rp750 juta hingga Rp1 miliar berdasarkan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yakni:

 

No.

Muatan Konten

Dasar Hukum

1.

Pencemaran nama baik atau fitnah

Pasal 27 ayat (3)

2.

Penipuan untuk motif ekonomi yang merugikan konsumen

Pasal 28 ayat (1) UU ITE

3.

Provokasi terkait SARA

Pasal 28 ayat (2) UU ITE

Tags:

Berita Terkait