Delegasi Peradilan Agama Indonesia Pelajari Hukum Keluarga Islam Qatar
Terbaru

Delegasi Peradilan Agama Indonesia Pelajari Hukum Keluarga Islam Qatar

Selain menerima materi-materi terkait hukum dan peradilan, peserta pelatihan mengunjungi sejumlah pengadilan dan lembaga terkait untuk melihat best practices pelayanan peradilan di Qatar.

Agus Sahbani
Bacaan 5 Menit

Kedua, pengaturan pola ijtihad (rasm mabda’ al-ijtihad). Syaikh Dr.Tsaqil menjabarkan  sistem unifikasi pada dasarnya tidak menutup pintu ijtihad bagi hakim, hanya saja ijtihad tersebut diatur sedemikian rupa. Jika para hakim menghadapi perkara yang tidak ditemukan sumber hukumnya di UU Nomor 22 Tahun 2006, para hakim tetap diwajibkan untuk menggali rumusan-rumusan hukum yang dalam fiqih Hanbali.

Hal ini mengingat mayoritas penduduk Qatar menganut mazhab Hanbali. “Jika tidak ditemukan juga dalam fikih Hanbali, maka dicari sumbernya dari mazhab lain yang mu’tabar. Demikian juga ketika para hakim menyimpangi ketentuan yang ada dalam UU Nomor 22 Tahun 2006 ataupun fiqih Hanbali, hal ini tetap diperkenankan dengan ketentuan para hakim harus menjelaskan alasan kenapa ia melakukan contra legem tersebut.”

Ketiga, adaptasi adat dan kebiasaan (mura’ah al-‘urf). Syaikh Dr. Tsaqil menjabarkan UU Nomor 22 Tahun 2006 ini sangat akomodatif terhadap adat dan kebiasaan yang ada di tengah-tengah masyarakat Qatar, sehingga rumusan hukum dalam Undang-Undang ini tak jarang menyimpangi ketentuan yang ada dalam fiqih Hanbali.

Beliau mencontohkan adaptasi ‘urf ini pada kasus Hadhanah. Dalam fiqih Hanbali disebutkan yang paling berhak mengasuh anak ketika ibu tidak ada, para pihak perempuan dari keluarga ibu, seperti nenek (ibu dari ibu), bibi (saudara perempuan ibu) dan seterusnya. Namun, dalam tradisi masyarakat Qatar, jika seorang ibu tidak ada, maka yang mengasuh adalah ayah dari anak tersebut. “Nah, UU Nomor 22 Tahun 2006 ini mengakomodir kebiasaan tersebut dan tidak mengambil pendapat mazhab Hanbali,” jelas Syaikh.

Hukumonline.com

Delegasi Peradilan Agama Indonesia saat mengikuti kuliah yang disampaikan Wakil Ketua MA Qatar Syaikh Dr. Tsaqil.

Syaikh Dr. Tsaqil juga menjelaskan panjang lebar tentang perihal perceraian, hadhanah, nafkah istri dan anak, mulai dari teori dan praktik di tengah masyarakat (Qatar), hingga proses eksekusinya jika terjadi perkara di pengadilan. Kuliah yang disampaikan Syaikh Dr. Tsaqil mendapat antusiasme dari peserta. Hal ini ditandai dengan banyaknya pertanyaan yang dilontarkan para peserta sehingga suasana diskusi menjadi sangat hidup.

Ketua Delegasi Diklat Peradilan Indonesia Dr. H. Candra Boy Seroza menyampaikan terima kasih atas sambutan dan kuliah yang disampaikan Wakil Ketua MA Qatar tersebut. Tak lupa, ia menyampaikan salam hormat dari Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) kepada para Pimpinan Dewan Peradilan Agung (DPA) Qatar dan berharap agar kerja sama yang telah terjalin erat antara MA RI dan DPA Qatar terus berlanjut dan lebih ditingkatkan lagi. 

Tags:

Berita Terkait