Demi Kepastian Hukum, 4 Lembaga Perlu Bersinergi Terkait Aturan Kripto
Terbaru

Demi Kepastian Hukum, 4 Lembaga Perlu Bersinergi Terkait Aturan Kripto

Kebijakan OJK yang melarang jasa keuangan memfasilitasi kripto, perlu diperjelas penerapannya apakah keseluruhan atau ada penjelasan dan batasan tertentu.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit

"Kripto itu bukan alat pembayaran. Kripto itu adalah komoditas. Dan perdagangan komoditas itu juga sudah ada undang-undangnya. Oleh karena itu, sesuai dengan undang-undang, yang mengatur tata kelola perdagangan komoditas, termasuk kripto, adalah Beppebti di bawah Kemendag," ucapnya.

Jerry menambahkan komoditas tersebut justru harus didukung oleh sektor keuangan agar segala aktivitas jual beli aset kripto aman dan mudah. "Dari dan ke rupiah bisa dimaksimalkan dan diberdayakan di Indonesia," ujarnya.

Sebelumnya, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda, mengatakan ada kebingungan di masyarakat terkait kepastian hukum dalam melakukan transaksi aset kripto.

Menurutnya, ada tidak keselarasan antara Bappebti dan OJK terkait aturan kripto. Di satu sisi OJK melarang transaksi aset kripto, namun di sisi lain Bappebti membolehkan. Tidak hanya itu, Bappebti juga telah merancang aturan terkait perdagangan dan pedagang kripto secara resmi. Artinya, selama transaksi dilakukan oleh pedagang kripto terdaftar dan diawasi Bappebti, skema perdagangan kripto layaknya komoditas ataupun produk derivatif lainnya. 

“Di satu sisi Bappebti berupaya memfasilitasi industri ini, tapi di sisi lain ada institusi lain yang punya pandangan lain. OJK dan Bappebti ini ngobrol dululah, tren aset kripto ini kan sudah jalan beberapa tahun terakhir,” ungkap Nailul, Rabu (9/2). 

Di lain sisi, dia memahami sudut pandang OJK yang masih mempersepsikan bahwa aset kripto berpotensi sebagai alat tukar layaknya uang fiat karena namanya adalah cryptocurrency. Sedangkan alat tukar resmi adalah Rupiah sebagaimana diatur perundang-undangan. 

“Tapi kan sejak awal ketika Bapppebti memfasilitasinya, kesepakatannya di Indonesia hanya boleh digunakan sebagai aset investasi. Bukan alat transaksi,” jelas Nailul. 

Karena itu, dia menilai ada kejanggalan dengan imbauan dari otoritas agar perbankan tidak memfasilitasi transaksi aset kripto, padahal sejak awal Bappebti merumuskan kripto sebagai komoditas investasi.

“Bagaimana bisa investor membeli atau berinvestasi aset kripto kalau tidak bisa menggunakan rekening bank sebagai jembatan untuk beli atau jual aset kripto ke pedagang kriptonya? Kan ini aset digital, masa iya beli dan jualnya lewat pedagang langsung secara offline,” tegas Nailul. 

Tags:

Berita Terkait