Dewan Guru Besar UI Minta Presiden Berlakukan Kembali PP Statuta Lama
Terbaru

Dewan Guru Besar UI Minta Presiden Berlakukan Kembali PP Statuta Lama

Selanjutnya, DGB UI meminta segera diadakan pertemuan bersama untuk mempersiapkan penyusunan Statuta UI yang baru termasuk kemungkinan pengalihan kewenangan antar organ.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Pertama, rektor berhak mengangkat/memberhentikan jabatan akademik, termasuk jabatan fungsional peneliti, Lektor Kepala & Guru Besar. Kedua, perubahan larangan rangkap jabatan rektor dan wakil rektor dari ‘pejabat pada BUMN/BUMD’ menjadi ‘Direksi pada BUMN/BUMD. Ketiga, menghapus ketentuan pemilihan Rektor oleh MWA dilakukan oleh panitia yang berasal dari kelompok stakeholder UI dengan persyaratan tertentu, tapi menyerahkan sepenuhnya pada MWA.

Keempat, menghapus kewajiban rektor untuk menyerahkan laporan kerja tahunan kepada SA dan DGB. Kelima, menghapus mandat bagi empat organ untuk menyusun ART. Keenam, menghapus syarat non-anggota parpol untuk menjadi anggota MWA. Ketujuh, menghapus kewenangan DGB untuk memberi masukan pada Rektor tentang Rencana Program Jangka Panjang, Rencana Strategis dan Rencana Akademik. Kedelapan, mengurangi kewajiban bagi UI untuk mengalokasikan dana pada mahasiswa tidak mampu, kecuali yang memiliki prestasi akademik yang tinggi.

“Berdasarkan pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah itu, DGB UI dalam rapat pleno 23 Juli 2021 telah memutuskan bahwa PP 75/2021 mengandung cacat materil,” tegasnya.

Sebelumnya, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Gandjar Laksmana B. Bondan mendesak pemerintah mencabut atau membatalkan PP 75/2021 lantaran dinilai cacat secara formil dan substansi. Secara formil pembahasan PP 75/2021 disebut ajaib karena tidak melibatkan sejumlah organ-organ di UI. Sedangkan secara substansi PP 75/2021 banyak menabrak peraturan perundang-undangan lain.

“Cabut dulu PP 75/2021, sementara kita kembali dulu ke Statuta UI yang lama sebagaimana diatur dalam PP 63/2013. Jangan Status Quo, negara ini kebanyakan Status Quo,” kata Gandjar Laksmana B. Bondan dalam sesi diskusi daring bertajuk “Menilik Statuta UI yang Baru”, Sabtu (24/7/2021) kemarin. (Baca Juga: Larangan Rektor Rangkap Jabatan untuk Cegah Konflik Kepentingan dan Kebebasan Akademik)

Menurut Gandjar, Pasal 39 PP 75/2021 melangggar etika dan setengah jalan menuju pelanggaran hukum. Jika memang Statuta UI membutuhkan revisi, dia menilai proses penyusunan hingga pengesahan harus melibatkan semua pihak. Jika perubahan itu dirasakan perlu, pembahasan revisi Statuta UI harus dilakukan perlahan dan dibahas bersama-sama, bukan hanya oleh pihak-pihak tertentu saja.

Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar FH UI Prof Sulistyowati Irianto menilai selain pasal rangkap jabatan, PP 75/2021 yang menghapus syarat anggota MWA adalah unsur masyarakat yang tidak boleh berasal dari anggota parpol. Padahal, syarat ini penting untuk menjaga UI sebagai lembaga akademik yang independen, bebas dari pengaruh politik.

“Diubah tanpa kesepakatan, mengubah rangkap jabatan ini dan jadi kehebohan di masyarakat. Anehnya di draft tidak disetujui, tapi di PP muncul. Lembaga otonom UI tidak boleh disamakan dengan lembaga politik,” katanya.

Tags:

Berita Terkait