Dikalahkan APT di PN Jakpus, Pemegang Saham BFI Marah Besar
Berita

Dikalahkan APT di PN Jakpus, Pemegang Saham BFI Marah Besar

Pasca putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan PT. Aryaputra Teguharta (APT), membuat para pemegang saham PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFI) marah besar.

Tri
Bacaan 2 Menit
Dikalahkan APT di PN Jakpus, Pemegang Saham BFI Marah Besar
Hukumonline

 

Dalam jumpa pers yang diadakan untuk menyikapi putusan PN Jakpus (15/04), Francis yang didamping kuasa hukumnya, Anthony Hutapea dari kantor Hotman Paris Hutapea, menyatakan, putusan pengadilan memang sempat membuat harga saham BFI sempat merosot sekitar sebelas persen. Tetapi saat ini, kondisinya sudah mulai membaik. "Saya kira, apa yang terjadi sekarang di pasar modal masih dalam kondisi yang normal. Dan pada 27 April besok, kami akan adakan public expose untuk menjelaskan kondisi ini," ucapnya.

 

Hutang belum lunas

Kemarahan para pemegang saham ini, sebagaimana ditirukan Francis, karena mereka unhappy terhadap penetapan majelis hakim PN Jakarta Pusat yang menyita saham-saham mereka di BFI. Untuk itu, menurut Anthony, salah satu pemegang saham BFI akan mengajukan perlawanan terhadap penetapan majelis hakim PN Jakarta Pusat tersebut. 

 

Berdasarkan penetapan majelis hakim, PN Jakpus menyatakan sah dan berharga enyitaan saham-saham BFI yang dikuasai lima pemegang sahamnya. Kelima pemegang saham yang kepemilikan sahamnya disita adalah, Bank of Bermuda, The Law Debenture Trust Corporation, ABN Amro Bank A.O., Rusia, Credit Agricole Indosuez dan Caterpillar Financial Services.

 

Nah soal perjanjian gadai saham yang dikatakan majelis hakim telah berakhir inilah yang membuat Francis berang. Menurut dia, perjanjian gadai saham sama sekali belum berakhir. Hal ini karena, hutang grup Ongko dengan BFI sebesar AS$100 juta belum lunas. Sehingga lanjut Francis, perjanjian gadai saham antara BFI dengan APT masih terus berlanjut.

 

Sementara soal perlunya persetujuan dari APT untuk perpanjangan gadai saham, Francis menilai hal itu sifatnya hanya pemberitahuan saja (simple notification). "Jadi tidak perlu ada persetujuan dari APT soal perpanjangan gadai saham. Masak kita untuk perpanjangan perjanjian gadai saham kita harus minta izin kepada si penghutang," tukasnya.

 

Hal itu juga diamini kuasa hukumnya. Menurut Anthony, perpanjangan perjanjian gadai saham tidak perlu ada persetujuan dari APT. Merujuk pada kasus Bank Summa yang kolaps, Anthony mengemukakan bahwa Wiliam Soeryadjaya sebagai penjamin segala hutang Bank Summa, harus menanggungnya. "Dan itu tidak ada terbatas waktunya. Pokoknya selama hutang pokoknya belum terlunasi, yah perjanjian itu masih berlanjut," tutur Anthony.

Namun begitu, menurut Presiden Direktur BFI Francis Lay Sioe Hoe, para pemegang saham tetap memberikan dukungan yang besar kepada BFI. "Mereka (para pemegang saham) tetap mendukung kami. Apalagi putusan pengadilan kemarin belum bisa dilaksanakan sampai adanya putusan berkekuatan hukum tetap," papar Francis.

 

Sebagaimana diberitakan hukumonline sebelumnya, majelis hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai Sylvester Djuma dengan anggota majelis hakim masing-masing Hery Swantoro dan Andi Saparudin Hasibuan menilai tindakan BFI mengalihkan saham milik APT melawan hukum. Pasalnya, perjanjian gadai saham yang dijadikan dasar BFI mengalihkan saham APT kepada krediturnya sudah berakhir.

 

Sebagai perusahaan keuangan berstatus terbuka yang dulunya dikuasai kelompok Ongko Grup, putusan PN Jakpus ini memang implikasi hukum dan finansial yang sangat besar bagi BFI. Betapa tidak, amar putusan PN Jakpus memenangkan gugatan APT (salah satu anak perusahaan Ongko), dan memerintahkan agar seluruh saham-sahamnya di BFI dikembalikan. Ditambah, majelis PN Jakpus menghukum BFI serta tujuh tergugat lainnya untuk membayar ganti kerugian secara tanggung renteng sebesar Rp143,9 miliar.

Halaman Selanjutnya:
Tags: