Dipanggil Komnas HAM Soal TWK, KPK Malah Minta Penjelasan
Terbaru

Dipanggil Komnas HAM Soal TWK, KPK Malah Minta Penjelasan

UU menyebut pihak yang dipanggil Komnas HAM wajib hadir.

Aji Prasetyo
Bacaan 3 Menit
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam (kemeja biru) menerima berkas pengaduan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) oleh Yudi Purnomo perwakilan dari 75 pegawai KPK di Kantor Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5). Foto: RES
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam (kemeja biru) menerima berkas pengaduan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) oleh Yudi Purnomo perwakilan dari 75 pegawai KPK di Kantor Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5). Foto: RES

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memanggil perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk didengar keterangannya terkait dengan laporan para pegawai KPK mengenai Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Namun bukannya hadir, pihak KPK justru meminta Komnas HAM memberi penjelasan tentang pemanggilannya tersebut.

“Dalam surat tersebut, KPK ingin memastikan terlebih dulu pemeriksaan dugaan pelanggaran HAM apa, terkait pelaksaan TWK pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya Rabu (9/6).

Menurut Ali, sebagaimana diketahui bersama bahwa pelaksanaan TWK menurutnya telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020, dan Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021. Sehingga Ali beranggapan tidak ada yang salah dari pelaksanaan tes untuk alih status pegawai tersebut. (Baca: Polemik 75 Pegawai KPK yang Tak Lulus TWK Bakal ‘Digugat’ ke MK)

“Hal ini penting agar kami bisa menyampaikan data dan informasi sesuai dengan yang dibutuhkan dalam pemeriksaan tersebut,” terangnya.

Ali menyatakan pihaknya menghormati tugas pokok fungsi dan kewenangan Komnas HAM. Selanjutnya pihaknya menunggu balasan surat yang sudah dikirimkan ke Komnas HAM pada tanggal 7 Juni 2021 tersebut perihal pemanggilan pihak KPK. (Baca: Novel Minta Audit Investigatif TWK dalam Proses Peralihan Pegawai KPK)

Sebelumnya, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik juga merespons tidak hadirnya pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemeriksaan di Komnas HAM. Ia pun meminta pimpinan KPK untuk kooperatif apalagi memenuhi panggilan dari lembaga negara lain bukanlah sebuah keanehan. Sebab, Komnas HAM pun pernah dimintai keterangan oleh Ombudsman.

“Kami sangat berharap sikap kooperatif dari pimpinan KPK dan ini bukan hal yang aneh, saya ingin katakan juga Komnas HAM ini pernah dipanggil oleh lembaga negara yang lain, misalnya Ombudsman,” ucap Taufan dalam konferensi pers, Selasa (8/6).

Taufan bahkan berkata kebijakan Presiden Indonesia juga berkali-kali diuji oleh Komnas HAM, undang-undang dihadirkan, diuji oleh Komnas HAM. Sebab undang-undang ini ada yang tidak sejalan dengan hak asasi manusia sehingga pemanggilan itu hal yang normatif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyebutkan bahwa pemanggilan yang dilayangkan kepada KPK dilakukan guna mendapatkan klarifikasi, informasi, keterangan dan berbagai hal yang bisa menjernihkan polemik TWK tersebut. "Namun taman-teman pimpinan KPK, kolega-kolega kami, hari ini tidak bisa hadir," ucap Anam.

Kendati demikian, Anam menyatakan bahwa Komnas HAM tetap melanjutkan proses yang telah berjalan. Ia pun berharap, KPK bisa hadir untuk memberikan keterangan tambahan yang dibutuhkan oleh Komnas HAM.

Dikritik

Mangkirnya KPK dari pemanggilan Komnas HAM menuai kritik dari sejumlah pihak. Apalagi dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa panggilan Komnas HAM wajib dipenuhi pihak yang bersangkutan. Pasal 89 Ayat (3) huruf c menyebutkan, Komnas HAM berwenang melakukan pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya.

Sementara itu, sebagaimana diatur Pasal 94, pihak-pihak tersebut wajib untuk memenuhi panggilan Komnas HAM. Pihak pengadu, korban, saksi, dan atau pihak lainnya yang terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 Ayat (3) huruf c dan d, wajib memenuhi permintaan Komnas HAM.

Bahkan dalam Pasal 95 dikatakan ada upaya paksa yang bisa dilakukan Komnas HAM dengan meminta bantuan Ketua Pengadilan untuk pemenuhan panggilan secara paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga pihak pengadu, korban, atau pihak yang diadukan diwajibkan untuk memenuhi panggilan Komnas HAM.

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersikap arogan dengan tidak memenuhi panggilan Komnas HAM. Panggilan dilakukan berkenaan dengan dugaan adanya pelanggaran HAM dalam pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terhadap pegawai KPK.

“Jelas ini bentuk arogansi KPK, nanti akan berbalik senjata makan tuan. Kalau nanti orang dipanggil KPK akan mengirim surat balasan untuk menjelaskan apa perkara korupsinya," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, di Jakarta, Selasa (8/6).

Sementara, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai tidak hadirnya pimpinan KPK memenuhi panggilan Komnas HAM akibat tidak mampu menutupi skandal TWK pegawai KPK. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan alasan pimpinan KPK yang tidak menghadiri panggilan Komnas HAM dengan meminta penjelasan pelanggaran apa yang dilakukan lembaga antirasuah itu terlalu mengada-ada.

“Hal ini semakin memperlihatkan bahwa pimpinan KPK takut karena tidak mampu untuk menutupi skandal tes wawasan kebangsaan yang telah merenggut hak asasi sejumlah pegawai KPK,” ujar Kurnia.

Tags:

Berita Terkait