Dosen PNS Dominasi Laporan Ujaran Kebencian
Berita

Dosen PNS Dominasi Laporan Ujaran Kebencian

Hingga Mei, BKN menerima 14 aduan ujaran kebencian yang melibatkan aparatur sipil negara.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HLM
Ilustrasi: HLM

Berdasarkan data yang dihimpun dari LAPOR-BKN hingga Mei 2018, Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah menerima 14 (empat belas) aduan ujaran kebencian yang melibatkan ASN (Aparatur Sipil Negara) atau PNS pusat dan daerah.

 

“Terlapor terbanyak berprofesi sebagai Dosen ASN, kemudian diikuti oleh PNS (Pegawai Negeri Sipil) Pemerintah Pusat, PNS Pemerintah Daerah (Pemda) dan guru,” kata Kepala Biro Humas BKN, Mohammad Ridwan, dalam siaran persnya Kamis (7/6) sore.

 

Aduan yang bermuatan penyebaran berita palsu dan ujaran kebencian terhadap suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang diterima Humas BKN tersebut, menurut Ridwan, disertai dengan lampiran bukti berupa postingan di media sosial seperti Facebook dan Twitter, postingan konten berita palsu di media sosial dan dugaan keterlibatan sebagai simpatisan pada organisasi yang dilarang Pemerintah.

 

BKN telah mengeluarkan Surat Kepala BKN Nomor K.26 30/V.72-2/99 kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) Instansi Pusat dan Daerah perihal Pencegahan Potensi Gangguan Ketertiban dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi PNS, meneruskan dari Surat Edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 137 Tahun 2018 tentang Penyebarluasan Informasi Melalui Media Sosial Bagi ASN.

 

“Kedua surat tersebut mengakomodasi imbauan bagi seluruh ASN Pusat dan Daerah untuk menjalankan fungsinya sebagai perekat pemersatu bangsa sesuai amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, dan diminta secara bijak dalam penggunaan media sosial, khususnya untuk penyebarluasan informasi dan dilarang terlibat aktivitas ujaran kebencian,” ujar Ridwan.

 

(Baca Juga: Ada Sanksi Bagi PNS yang Memberikan Like, Dislike di Postingan Ujaran Kebencian)

 

Sebelumnya, M. Ridwan dalam siaran persnya Jumat (18/5), menyampaikan secara rinci keenam bentuk ujaran kebencian yang dilarang dilakukan oleh ASN, dan mengingatkan Pejabat Pembina Kepegawaian Kementerian/Lembaga (K/L) menjatuhkan hukuman bagi PNS yang melakukan pelanggaran.

 

Keenam bentuk ujaran kebencian itu adalah:

  1. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;
  2. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media sosial yang mengandung ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antargolongan;
  3. Menyebarluaskan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian(pada poin 1 dan 2) melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost instagram dan sejenisnya);
  4. Mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;
  5. Mengikuti atau menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah; dan
  6. Menanggapi atau mendukung sebagai tanda setuju pendapat sebagaimana pada poin kesatu dan kedua dengan memberikan likes, dislike, love, retweet, atau comment di media sosial.

 

“ASN yang terbukti melakukan pelanggaran pada poin 1 sampai 4 dijatuhi hukuman disiplin berat dan ASN yang melakukan pelanggaran pada poin 5 dan 6 dijatuhi hukuman disiplin sedang atau ringan,” tegas M. Ridwan seraya menambahkan, penjatuhan hukuman disiplin dilakukan dengan mempertimbangkan latar belakang dan dampak perbuatan yang dilakukan oleh ASN.

 

(Baca Juga: Begini Isi SE Menteri PANRB Bagi PNS dalam Penggunaan Medsos)

 

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Asman Abnur pada 21 Mei 2018 telah menandatangani Surat Edaran Nomor 137 Tahun 2018 tentang Penyebaran Informasi Melalui Media Sosial Bagi Aparatur Sipil Negara. Hal ini untuk menjunjung tinggi Nilai Dasar, Kode Etik, dan Kode Perilaku Aparatur Sipil Negara (ASN), serta pembinaan profesi ASN atau PNS.

 

Surat Edaran (SE) tersebut ditujukan kepada: 1. Para Menteri Kabinet Kerja; 2. Panglima TNI; 3. Kapolri; 4. Jaksa Agung RI; 5. Sekretaris Kabinet; 6. Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian; 7. Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara; 8. Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Non Struktural; 9. Para Gubernur; dan 10. Para Bupati/Wali Kota.

 

Melalui SE tersebut, Menteri PANRB menekankan bagi Para Pegawai ASN dalam penyebaran informasi melalui media sosial (Medsos) agar memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1.Memegang teguh ideologi Pancasila, setia, dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah, mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia, serta menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;

2.Memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur, memegang nilai dasar ASN, dan selalu menjaga reputasi dan integritas ASN;

3.Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara, memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan;

4.Tidak menyalahgunakan informasi intern negara untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain;

5.Menggunakan sarana media sosial secara bijaksana, serta diarahkan untuk mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesaturan Republik Indonesia (NKRI);

6.Memastikan bahwa informasi yang disebarluaskan jelas sumbernya, dapat dipastikan kebenarannya, dan tidak mengandung unsur kebohongan;

7.Tidak membuat dan menyebarkan berita palsu (hoax), fitnah, provokasi, radikalisme, terorisme, dan pornografi melalui media sosial atau media lainnya;

8.Tidak memproduksi dan menyebarkan informasi yang memiliki muatan yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman.

 

“Apabila terdapat pelanggaran atas ketentuan tersebut di atas, PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) agar memberikan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” bunyi akhir Surat Edaran tersebut.

 

Tags:

Berita Terkait