DPR Segera Setujui RUU Perdagangan Jadi UU
Berita

DPR Segera Setujui RUU Perdagangan Jadi UU

RUU itu mengamanatkan pembentukan Komite Perdagangan Nasional.

RFQ
Bacaan 2 Menit
DPR Segera Setujui RUU Perdagangan Jadi UU
Hukumonline
DPR khususnya Komisi VI dan pemerintah telah menyepakati sejumlah substansi RUU perdagangan. Jika tak ada aral melintang, RUU Perdagangan dapat disetujui parlemen menjadi undang-undang pada 7 Februari mendatang. Hal ini disampaikan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dalam sebuah diskusi di Gedung DPR, Rabu (29/1).

“RUU perdagangan ini diharapkan dapat disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 7 Februari 2014,” ujarnya.

Gita mengatakan, pembahasan RUU perdagangan telah dilakukan secara intensif sejak Oktober 2001. Saat ini sedang dilakukan finalisasi legal drafting untuk disingkronisasi dan harmonisasi. Menurutnya, RUU Perdagangan lebih mengedepankan kepentingan nasional dan melindungi pasar domestik.

Selain itu, melindungi produk ekspor Indonesia, memeprkuat daya saing dan nilai tambah produk dalam negeri. Tak kalah penting, membuat regulasi perdagangan dalam negeri untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen.

Dijelaskan Gita, RUU perdagangan sejatinya menjadi payung hukum bagi peraturan perundangan bidang perdagangan. Dengan RUU Perdagangan, pemerintah ingin memastikan  beberapa hal antara lain Pertama, produk yang diperdagangkan dalam negeri semaksimal mungkin diproduksi oleh Indonesia.

Dengan begitu, perekonomian Indonesia tidak hanya ditopang kegiatan konsumsi, tetapi juga kegiatan produksi. Dalam rancangan beleid itu, mengatur kewajiban pemerintah pusat dan daerah agar mendorong produksi barang kebutuhan pokok dalam negeri. Begitu pula melindungi  hasil produksi demi memenuhi kebutuhan nasional.

Kedua, RUU Perdagangan menopang ketahanan ekonomi nasinonal melalui ketahanan pangan, energi, serta menjaga keseimbangan kepentingan produsen di hulu hingga ke hilir. Menurutnya, pemerintah dapat mengendalikan ketersediaan barang pokok, membatasi impor dan ekspor barang untuk melindungi keamanan nasional.

Ketiga, kerangka perlindungan konsumen perlu ditegakan melalui kewajiban label berbahasa Indonesia, khususnya barang-barang yang diperdagangkan di dalam negeri dan ketentuan pemenuhan Standar Nasional Indonesia (SNI). Keempat, RUU tersebut menjadi payung hukum bagi tumbuh kembangnya pelaku usaha yang bergerak dalam sistem perdagangan elektronik.

Dikatakan Gita, pentingnya keberadaan RUU Perdagangan dilatarbelakangi dari berbagagi persoalan yang muncul di sektor perdagangan. Semisalnya, distorsi pasar, ketidakadilan aspek distribusi barang dan jasa, informasi asimetris yang berdampak ketidakseimbangan permintaan dan penawaran, serta berbagai gejolak harga akibat kenaikan inflasi.

“Jika RUU ini disetujui, maka undang-undang  tersebut akan dilengkapi dengan peraturan pelaksana yang terdiri dari peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri yang harus diterbitkan paling lambat dua tahun setelah UU Perdagangan ini diundangkan,” katanya.

Ketua Komisi VI Airlangga Hartarto mengamini pandangan gita. Menurutnya, SNI perlu diatur dalam RUU Perdagangan mengingat produk impor yang masuk ke Indonesia mesti menyesuaikan dengan kebutuhan lokal. Dengan begitu, produk impor nantinya tak dapat beredar di pasar domestik sepanjang belum mencantumkan SNI.

Wakil Ketua Komisi VI Aria Bima  menambahkan, RUU Perdagangan juga mengatur tegas  operasional pasar tradisonal dan modern. Soalnya, kedua jenis pasar itu kerap bersinggungan kepentingan. Selain itu, RUU Perdagangan mengatur pemberdayaan koperasi dan usaha kecil menengah (UKM).

Menurutnya, keberpihakan terhadap koperasi dan UKM dilakukan dengan memberikan fasilitas bentuk bantuan saran usaha pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Misalnya bantuan perbaikan toko, pemberian gerobak dagangan dan tenda. Selain itu, memberikan bimbingan teknis dalam bentuk penguatan kapasitas teknis kepada UMKM. Pemberian akses bantuan modal, promosi, pemasaran dalam bentuk perluasan akses pasar dalam negeri dan di luar negeri.

Politisi PDIP itu mengatakan, dalam rangka menjamin perjanjian perdagangan internasional,  maka dilakukan perlindungan kepentingan nasional. “Setiap perjanjian kerjasama perdagangan internasional perlu mendapatkan ratifikasi dari DPR,” imbuhnya.

Aria menuturkan, dalam rangka percepatan dan koordinasi kebijakan dan pengaturan bidang perdagangan, RUU ini mengamanatkan pembentukan Komite Perdangan Nasional  (KPN) yang dipimpin Menteri Perdangan.

Menurutnya, KPN bertugas melakukan koordinasi, memberikan rekomendasi, advokasi, serta sosialisasi terhadap kebijakan dan pengaturan bidang perdagangan. “Sehingga  dalam pelaksanaanya akan terkoordinasi dengan baik. Juga diharaokan semua instansi terkait dengan perdangan akan berjalan terpadu guna meningkatkan daya saing nasional,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait