Dua Guru Besar Bicara Kekuatan Putusan BANI
Berita

Dua Guru Besar Bicara Kekuatan Putusan BANI

Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia lebih menyangkut upaya perdamaian sengketa bisnis. Kekuatan eksekusinya tetap harus ke pengadilan.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Guru Besar Fakultas Hukum UI Erman Radjagukguk. Foto: Sgp
Guru Besar Fakultas Hukum UI Erman Radjagukguk. Foto: Sgp
Dua Guru Besar Ilmu Hukum ikut bersuara di tengah kerumitan proses hukum perebutan saham Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang sudah bersalin nama menjadi MNC TV. Sengketa antara PT Berkah Karya Bersama melawan Ny Siti Hardiyanti Rukmana tak hanya terjadi di pengadilan, tetapi juga di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).  

Prof. Yohannes Usfunan dari Universitas Udayana Denpasar menegaskan putusan BANI tidak dapat membatalkan putusan Mahkamah Agung (MA). Dari sisi kelembagaan, BANI lebih rendah dibandingkan dengan MA. “Putusan BANI lebih rendah dan tidak bisa membatalkan putusan MA. Putusan MA itu menjadi yurisprudensi,” kata Yohannes dalam diskusi di Jakarta, Selasa (16/12).

Putusan MA tersebut, lanjutnya, memiliki kekuatan hukum tetap yang tidak bisa diganggu gugat dengan upaya hukum apapun termasuk putusan BANI. Putusan MA untuk mengadili perkara antara PT Berkah Karya Bersama dan PT CTPI dia nilai sudah benar karena yang diputuskan MA adalah dugaan pelanggaran hukum.

Menurut Yohannes, keliru pandangan yang menyatakan sengketa ini harus terlebih dahulu melalui putusan BANI. Putusan BANI adalah putusan perdamaian yang berkaitan dengan sengketa perdagangan. Hal tersebut tecantum di dalam Pasal 5 Ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pasal ini menyebutkan sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.

Sebaliknya wewenang MA diatur langsung dalam UUD 1945. Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

Jika dikaji dari perspektif sumber wewenang, kedudukan MA secara konstitusional eksistensinya dijamin UUD 1945. Sehingga, kata Yohannes, wewenang yang diperoleh adalah wewenang atribusi atau wewenang langsung. Sementara BANI hanya menerima wewenang delegatif karena pengaturannya berdasarkan UU yang dalam hierarki lebih rendah dibanding UUD. “Dengan demikian BANI mempunyai fungsi mediasi berdasarkan UU N0. 30 Tahun 1999. Putusannya tidak dapat mengabaikan putusan MA dalam sengketa ini,” pakar hukum tata negara itu.

Guru Besar lain, Prof. Erman Rajagukguk, berpendapat putusan MA adalah putusan yang final dan mengikat. Sementara putusan BANI,  masih dapat dibatalkan oleh pihak yang dirugikan ke Pengadilan Negeri. Dengan demikian, jika ada pihak yang ingin membatalkan putusan BANI, harus diminta ke pengadilan. “Dan lagi, keputusan BANI tidak dapat langsung dieksekusi. Eksekusi juga harus ke pengadilan juga,” ujarnya dalam diskusi yang sama.
Tags:

Berita Terkait