Dua Hal Ini yang Mendasari Program Tapera
Berita

Dua Hal Ini yang Mendasari Program Tapera

Tapera adalah implementasi asas gotong royong, saling membantu, solidaritas mereka yang berpunya memberi subsidi atau bantuan kepada mereka yang belum berpunya untuk pemenuhan hak mendapat perumahan. Melalui Tapera, negara ingin memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

Kedua, iuran Tapera tak boleh memberatkan pekerja/pegawai. Said menilai besaran iuran peserta Tapera bagi buruh sebesar 2,5 persen dan pengusaha 0,5 persen agar direvisi. Menurutnya pekerja yang seharusnya dikenakan iuran sebesar 0,5 persen, sementara perusahaan 2,5 persen. KSPI juga mengusulkan bunga angsuran harus disubsidi negara, sehingga bunga angsuran menjadi 0 persen. Sementara lamanya angsuran diperpanjang menjadi minimal 30 tahun agar harganya menjadi lebih murah.

Ketiga, peserta Tapera adalah pekerja yang tidak memiliki rumah dengan upah berapapun. Bagi Said, tanpa harus ada batasan upah minimal, pekerja yang menerima upah minimum sekalipun, berhak ikut dalam program Tapera. Sementara peserta Tapera adalah pekerja yang tidak memiliki rumah. “Jadi program ini benar-benar diperuntukkan bagi pekerja agar bisa memiliki rumah,” katanya.

Keempat, pelaksanaan program diawasi secara ketat. Menghimpun dana dari kalangan buruh/pekerja hal krusial. Karena itu, dibutuhkan pengawasan ketat oleh badan pengawas yang terdiri dari buruh, pengusaha, dan pemerintah. “KSPI berharap, sebelum dijalankan, PP No 25 Tahun 2020 dilakukan revisi terlebih dahulu,” pintanya.

Sementara Direktur Apindo Research Institute Agung Pambudhi, mengatakan sejak awal Apindo menolak UU No.4 Tahun 2016 tentang Tapera, khususnya terkait pasal yang mengatur tentang kepesertaan dan iuran wajib bagi pekerja dan pengusaha. “Apindo dan dunia usaha konsisten seperti pendapat awal kita menolak skema Tapera termasuk menolak PP-nya. Ketika UU No.4 Tahun 2016 ini dibahas kami sudah bersurat ke Presiden dan DPR bahwa kita menolak ada tambahan iuran bagi pengusaha dan pekerja,” kata Agung belum lama ini.

Agung menegaskan bukan berarti Apindo menolak perumahan bagi pekerja, tapi skema pembiayaannya jangan membebani pengusaha dan pekerja. Agung memberi contoh program Jaminan Hari Tua (JHT) yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) sudah memberi manfaat layanan tambahan (MLT). Salah satunya berupa pinjaman uang muka perumahan. Program MLT ini menggunakan 30 persen (Rp 90 triliun) dari dana JHT. Dana ini dapat digunakan untuk pembiayaan perumahan pekerja.

Ketimbang menggulirkan Tapera, Agung mengusulkan pemerintah untuk fokus membenahi dan memperkuat pelaksanaan MLT ini. Jika menggunakan skema Tapera, beban yang ditanggung pengusaha dan pekerja semakin berat. Seperti diketahui, untuk saat ini iuran yang harus dibayar untuk program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS Kesehatan dan BP Jamsostek lebih dari 11 persen. Jika ditambah Tapera, maka beban iuran yang harus ditanggung mendekati 15 persen.

“Ini di luar beban lainnya yang ditanggung pengusaha, seperti kenaikan upah minimum setiap tahun yang besarannya sekitar 8 persen dan cadangan pesangon pekerja,” keluhnya.

Tags:

Berita Terkait