Ekonom Tolak Pernyataan KPK Hambat Investasi
Berita

Ekonom Tolak Pernyataan KPK Hambat Investasi

Kehadiran KPK justru berbanding lurus dengan membaiknya indeks persepsi korupsi dan EoDB Indonesia.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang resmi disetujui oleh DPR menjadi undang-undang memicu gelombang protes dari publik. Beberapa pembaharuan di dalam UU antirasuah itu dinilai melemahkan posisi KPK. Mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat pun bergerak melakukan protes, yang salah satu tuntutannya adalah meminta Presiden Jokowi membatalkan UU KPK.

 

Sebelum kisruh demonstrasi terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, muncul pernyataan menarik dari Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko. Dia menerangkan alasan pemerintah segera mengesahkan revisi UU KPK, salah satunya karena KPK dianggap sebagai penghambat masuknya investasi.

 

Merespons hal tersebut, pengamat ekonomi Faisal Basri membantah pernyataan Moeldoko. Dia menyebutkan bahwa korupsi justru merusak iklim investasi di Indonesia. Bahkan tak hanya di sektor ekonomi, korupsi juga merambah ke segala penjuru.

 

“Dana APBN diselewengkan, BUMN dijarah, dikerdilkan, diisi oleh petinggi-petinggi yang tidak kompeten, lisensi diperjualbelikan, UU menghambat vested interest, dan kebijakan tidak mengutamakan kepentingan publik,” katanya dalam diskusi yang digelar oleh Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) di Jakarta, Senin (30/9).

 

Iklim investasi dan kepastian hukum yang baik menjadi salah satu faktor pendorong kepercayaan investor untuk masuk ke Indonesia. Sebab keberadaan KPK dapat meminimalisir praktik korupsi dalam proses investasi misalnya perizinan.

 

Selain itu, keberadaan KPK dalam memberantas praktik korupsi juga berbanding lurus dengan indeks persepsi korupsi. Dalam selang sembilan tahun terakhir atau sejak 2009, indeks persepsi korupsi di Indonesia terus mengalami perbaikan. Dari rangking 111 pada tahun 2009, saat ini indeks persepsi korupsi berada di posisi 89. Hal ini juga diikuti dengan membaiknya rangking Indonesia di Ease of Doing Bussiness (EoDB) Indonesia yang saat ini bercokol di posisi 73 pada 2018 lalu.

 

"Improve gara-gara ada KPK suka menangkap, investor asing confidence, hukum jalan, di Indonesia, enggak pandang bulu, siapa saja dihukum, bupati walikota, gubernur, menteri," tambahnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait