Eks Hakim MK Menilai Presiden dan DPR Telah Contempt of Court
UU MD3

Eks Hakim MK Menilai Presiden dan DPR Telah Contempt of Court

DPD tetap optimis.

Ali
Bacaan 2 Menit

Ditemui usai sidang, Maruarar mengatakan bahwa dirinya memang coba membandingkan perlakuan hukum terhadap seorang saksi yang melanggar sumpahnya di pengadilan dengan presiden yang melanggar sumpah jabatan dengan tidak mematuhi aturan sebagaimana mestinya. “Tapi, apa sanksinya? Pidana mungkin tidak relevan, tetapi presiden bisa di-impeach gara-gara itu,” ujarnya.

Namun, lanjut Maruarar, proses impeachment itu sulit terjadi karena dalam hal ini, presiden bersama-sama dengan DPR melanggar putusan MK. “Ya, mungkin yang bisa dilakukan adalah people power,” tegasnya.

Putusan Bersejarah

Di dalam persidangan, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra juga menyayangkan diabaikannya putusan MK No.92/PUU-X/2012. Padahal, lanjutnya, putusan itu merupakan putusan yang bersejarah dengan mengubah wajah legislasi Indonesia yang awalnya hanya dilakukan oleh DPR dan Pemerintah, menjadi tripartit dengan DPD sebagai pihak ketiga.

“Putusan itu telah memunculkan paradigma baru legislasi di Indonesia. Ini merupakan putusan bersejarah yang telah mengacu kepada kerangka teori yang kokoh. Sayangnya, putusan yang sudah sangat bagus ini dinegasikan dengan UU MD3,” jelas ahli yang juga diajukan oleh DPD ini.

Ahli dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar juga berpendapat senada. Menurutnya, UU MD3 kembali mereduksi putusan MK dan kembali melanggengkan proses yang sangat tidak berimbang antara DPR dan DPD.

“Proses tidak berimbang ini akan terus melanggengkan legislasi koruptif yang selama ini dilakukan oleh karena tidak adanya proses pengawasan berarti yang bersifat intra parlemen,” jelasnya.

Tetap Optimis

Sementara, Anggota DPD John Pieris mengaku tetap optimis bahwa pengujian UU MD3 ini dikabulkan oleh MK. Keyakinan itu tetap muncul, meski MK telah menolak pengujian UU MD3 yang diajukan oleh koalisi organisasi non pemerintah dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Menurutnya, substansi yang diajukan DPD berbeda dengan pemohon-pemohon lain. DPD bahkan mengajukan uji materi dan formil sekaligus terhadap UU ini.

“Alasan DPD mengajukan uji materiil adalah UU MD3 bertentangan dengan Pasal 22D ayat (1) UUD 1945 yang memberikan kewenangan konstitusional kepada DPD untuk mengajukan RUU, dan UU MD3 bertentangan dengan Pasal 22D ayat (2) UUD 1945 yang memberikan kewenangan konstitusional kepada DPD untuk ikut membahas RUU,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait