Eksekusi Zaenab, Bukti Pemerintahan Jokowi Belum Berjalan Baik
Berita

Eksekusi Zaenab, Bukti Pemerintahan Jokowi Belum Berjalan Baik

Menjadi peringatan terhadap pemerintah yang bersikeras akan melakukan eksekusi mati terhadap sejumlah terpidana mati.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Ketua DPR Setya Novanto. Foto: RES
Ketua DPR Setya Novanto. Foto: RES
Eksekusi hukuman mati (qishas) terhadap buruh migran Warga Negara Indonesia, Siti zaenab, di Arab Saudi pada Selasa (14/4) pukul 10.00 waktu setempat menjadi kabar duka bagi Indonesia. Peristiwa ini membuktikan bahwa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla belum berjalan baik dalam penanganan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terancam hukuman mati.

“Mengharapkan pemerintah dengan kejadian ini segera mengevaluasi kepada seluruh warga negara kita di luar yang terancam hukuman mati,” ujar Ketua DPR Setya Novanto di Gedung DPR, Rabu (15/4).

Meski penanganan kasus zaenab sudah diupayakan mendapat keringanan sejak era pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid hingga Susilo Bambang Yudhoyono, semestinya ditindaklanjuti secara maksimal oleh pemerintahan Jokowi. Ke depan, Setya Novanto berharap peristiwa seperti ini tak terjadi lagi. Pemerintah pun diminta maksimal bekerja melakukan penanganan terhadap TKI yang terancam hukuman mati di negara luar.

“Jangan sampai masalah ini terjadi lagi, dan tentu sangat memprihatinkan, serta perlu ketegasan dari pemerintah untuk segera melaukan negoisasi,” ujar politisi Partai Golkar itu.

Anggota Komisi IX DPR yang membidangi Ketenagakerjaan, Okky Asokawati, mengatakan sudah seharusnya pemerintah Indonesia bertindak. Sayangnya, kata Okky, pemerintahan Jokowi terkesan gagap. Hal itu menunjukan manajemen krisis pemerintahan Jokowi belum berjalan dengan baik.

“Pemerintahan Jokowi dalam penanganan TKI masih di tataran retoris, belum menyentuh pokok persoalan,” ujarnya.

Okky menilai eksekusi mati terhadap Siti zaenab di Arab Saudi tersebut menguji janji Presiden Jokowi saat Pemilihan Presiden 2014. Janji Jokowi saat itu akan membuka lapangan pekerjaan sebanyak 10 juta dalam kurun 5 tahun ke depan. Menurutnya, saat rapat kerja Komisi XI dengan Menteri Tenaga Kerja Muhammad Hanif Dhakiri, ia telah mempertanyakan janji pemerintahan Jokowi.

“Sayang, Menaker Hanif Dhakiri tidak bisa menyampaikan peta jalan pencapaian pekerjaan bagi 10 juta pekerja tersebut, padahal pemerintah sudah berjalan selama enam bulan,” ujarnya.

Pemerintah, kata Okky, semestinya telah menyusun road map dan rencana aksi. Padahal jika merujuk pada janji Jokowi, secara kuantitatif setiap tahunnya pemerintah mesti mencetak 2 juta lapangan pekerjaan bagi rakyat Indonesia. Setidaknya, selama enam bulan pemerintahan Jokowi, pemerintah sudah mesti mencetak 1 juta lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja Indonesia di dalam negeri.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menilai janji Jokowi membuat 10 juta lapangan pekerjaan bertentangan dengan rencana pemerintah melakukan moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi dan pasar bebas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Terlebih, kondisi tersebut membuat peluang tenaga kerja nasional memperoleh pekerjaan semakin sulit dan terjepit oleh desakan kebutuhan ekonomi.

“Saya juga melihat koordinasi antar kementerian di kabinet kerja ini belum berjalan ideal. Padahal, bila pemerintahan ini benar-benar merealisasikan janjinya untuk mencetak 10 juta lapangan tenaga kerja, kasus TKI di Luar Negeri tentu secara simetris dapat ditekan. Kasus yang menimpa Siti zaenab dipastikan akan diminimalisir untuk jangka panjang,” ujarnya.

Peringatan
Direktur Eksekutif Intitute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi W Eddyono, menilai dalih pemerintah baru mengetahui eksekusi terhadap Siti zaenab dari Konsulat Jenderal RI di Jeddah tak dapat dimaklumi. Hal itu menunjukan perwakilan Indonesia di Jeddah tidak melakukan pengawalan secara intens proses eksekusi terhadap Siti zaenab.

“Seharusnya tanpa pemberitahuan sekalipun dari Pemerintah Arab Saudi, Pemerintah Indonesia mestinya melakukan pengecekan keadaan Siti zaenab, bila perlu dilakukan setiap hari,” ujarnya melalui surat elektronik kepada hukumonline.

Selain itu, ICJR mengecam tindakan pemerintah Arab Saudi yang diduga tidak memberikan informasi terkait eksekusi tersebut. Supri menilai tindakan pemerintah Arab Saudi telah menciderai perasaan masyarakat Indonesia. Pasalnya, Siti zaenab dibiarkan sendiri menghadapi ajalnya tanpa pemberitahuan kepada negara asalnya, bahkan pihak sanak keluarganya.

“Atas dasar ini Pemerintah Arab Saudi harus menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dan secara terbuka memberikan permintaan maaf kepada seluruh rakyat Indonesia,” katanya.

Supri berpandangan insiden eksekusi terhadap Siti zaenab menjadi peringatan besar terhadap pemerintahan Jokowi. Menurutnya, sikap pemerintah yang tidak mengindahkan kecaman dari dalam dan luar negeri terkait eksekus mati di Indonesia seakan berbalik.

Meurut Supri, pemerintah wajib melindungi WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri, mesti didahului dengan menunjukan sikap tidak melanjutkan rangkaian eksekusi mati di negeri sendiri. Pasalnya, pemerintah Indonesia mesti menyadari hingga saat ini terdapat 229 WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri.

“Atas dasar melindungi segenap bangsa Indonesia, maka semua langkah harus diambil. Hari ini, kita seakan tertampar keras dengan fakta bahwa orang nomor satu di Indonesia tidak mengetahui bahwa salah seorang WNI bernama Siti zaenab dihukum mati pemerintah Arab Saudi,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait