Eksistensi Batas Laut Indonesia Masih Lemah
Berita

Eksistensi Batas Laut Indonesia Masih Lemah

Eksistensi perbatasan laut Indonesia masih lemah karena tidak adanya peraturan pelaksana khusus yang menjelaskan tentang koordinat lintang dan bujur batas-batas laut Indonesia. Seharusnya, ini menjadi tugas dari Dewan Maritim Indonesia untuk segera menentukan koordinat lintang dan bujur batas laut Indonesia.

Tri/APr
Bacaan 2 Menit
Eksistensi Batas Laut Indonesia Masih Lemah
Hukumonline

"Ini penting, karena Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah mengakui batas 12 mil laut batas laut Indonesia dari titik terluar," papar Laksamana Madya TNI (Pur) Abu Hartono kepada hukumonline seusai konferensi pers tentang Penataan UU Maritim yang diselenggaran The Habibie Center (13/2).

Sejak PBB mengakui eksistensi perbatasan Indonesia dari 3 mil menjadi 12 mil dari garis pantai titik terluar atau dikenal dengan archipelago concept, wilayah laut Indonesia menjadi sangat luas. Namun, menurut Hartono, akan percuma saja kalau Indonesia tidak segera melapor kembali ke PBB tentang batas-batas wilayah lautnya.

Hartono menjelaskan bahwa memang sudah hampir 90 persen telah ditentukan batas-batasnya. Namun, masih ada titik-titik yang belum diselesaikan. "Misalkan, beberapa alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) yang masih memerlukan peraturan," jelas Hartono yang pernah menjabat Ketua Badan  Koordinasi Pengamanan Laut (Bakortanal).

Sudah meratifikasi UNCLOSE

Pengakuan perbatasan maksimal 12 mil laut sudah tercantum dalam konvensi PBB tentang hukum laut dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOSE) yang ditandatangani oleh 117 negara, termasuk Indonesia, pada 10 Desember 1982. UNCLOSE melengkapi Konvesi Jenewa 1958 tentang Hukum Laut.

Dari segi isinya, UNCLOSE mengatur tentang lebar laut teritorial menjadi maksimum 12 mil laut, serta kodifikasi mengenai kebebasan di laut lepas dan lintas damai di laut teritorial. UNCLOSE juga melahirkan rezim-rezim hukum baru tentang asas Negara Kepulauan, ZEE, dan penambangan di dasar laut internasional. 

Karena Indonesia sudah menandatangani UNCLOSE bersama 117 negara, maka pada 31 Desember 1985 Pemerintah Indonesia telah mengesahkan UNCLOSE menjadi UU yang tertuang dalam UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOSE. "Inilah bentuk pengakuan dunia Internasional terhadap archipelago concept," ujar Hartono.

Ketidakjelasan pengamanan laut

Selain perlunya pengaturan lebih lanjut tentang batas laut Indonesia, Hartono juga menilai kondisi pengamanan laut Indonesia sangat rendah. Pasalnya, tidak jelas siapa sebenarnya yang bertugas melakukan pengamanan laut. "Yang terjadi malah tumpang tindih tugas antar instansi, sehingga perompakan tidak ada yang mengurus," kata Hartono.

Kondisi rendahnya pengamanan laut Indonesia lebih disebabkan persoalan internal dalam penanganan pengamanan laut. Saat ini, pengamanan laut dikoordinasikan dalam suatu badan koordinasi pengamanan laut (Bakortanal) yang terdiri dari TNI AL, Bea cukai, polisi perairan (Pol-Air), dan beberapa instasi yang terkait.

Namun karena Bakortanal bentuknya koordinasi, inilah yang menjadi masalah karena masing-masing instansi sering berjalan sendiri-sendiri. Khususnya, yang menyangkut masalah logistik dan operasional. "Jadi yang ada malah tidak ada koordinasi dalam pengamanan laut," tuturnya.

Hartono menyarankan lebih baik Bakortanal tidak hanya sebatas koordinasi, tetapi juga diberikan tambahan kekuatan menjadi satuan komando, sehingga tugasnya lebih terintegrasi dalam operasional. Siapa saja bisa memimpin dan tidak harus TNI AL agar lebih terjamin kepastian hukum dalam pengamanan laut.

Tags: