Empat Catatan PBHI untuk Calon Kapolri Baru
Berita

Empat Catatan PBHI untuk Calon Kapolri Baru

PBHI pun mendorong Presiden Joko Widodo untuk memastikan Kapolri Terpilih melaksanakan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) dan menindak tegas setiap pelanggaran hukum dan HAM yang terjadi.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit
Foto: PBHI
Foto: PBHI

Komisaris Jenderal (Komjen) Listyo Sigit Prabowo ramai menjadi pemberitaan media setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengusulkannya sebagai calon tunggal Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (13/1/2021). Dalam waktu dekat, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri ini bakal menjalani uji kepatutan dan kelayakan sekaligus keputusan persetujuan atau penolakan oleh Komisi III DPR.   

Merespon pemilihan Kapolri baru, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Nasional kembali mengingatkan beberapa pekerjaan rumah yang hingga kini masih belum terselesaikan dan menjadi tugas penting Kapolri terpilih nantinya. Mengingat PBHI sampai saat ini terlibat langsung dalam berbagai kegiatan advokasi isu penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) yang bersinggungan langsung dengan kerja-kerja Kepolisian RI.

“Kami menemukan fakta, hingga saat ini dominasi penggunaan kekerasan, penyiksaan dalam penanganan hukum masih melekat erat di tubuh Polri,” ujar Sekjen PBHI Julius Ibrani saat dikonfirmasi, Kamis (14/1/2021). (Baca Juga: Kans Besar Listyo Sigit Prabowo Duduki Kursi Kapolri)

PBHI menyoroti berbagai pelanggaran hukum dan HAM yang paling tinggi terjadi selama 2020. Pertama, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, serta penghalangan akses layanan bantuan hukum. Akhir tahun 2020, PBHI mencatat ribuan masyarakat ditangkap dan ditahan sewenang-wenang oleh Aparat dalam merespon penanganan aksi menolak Omnibus Law. Setelah upaya paksa dilakukan, PBHI juga menemukan aparat kerap menghalangi akses layanan bantuan hukum yang seharusnya menjadi hak para korban. 

Kedua, penyiksaan. PBHI mencatat tindakan penyiksaan pada proses penyidikan masih kerap dilakukan Aparat Kepolisian dalam rangka menggali keterangan dan pengakuan pelaku, korban, ataupun saksi. Padahal, Polri sendiri memiliki regulasi internal yakni Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia. Kebijakan ini diturunkan dalam pedoman Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang antikekerasan saat bertugas. 

Ketiga, pembatasan akses kebebasan berpendapat. Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebetulnya telah dengan tegas menjamin dalam menjalankan tugas dan kewajibannya Polri wajib menghormati prinsip dasar penghormatan atas HAM. Namun hingga saat ini, PBHI masih kerap mendapati anggota Polri dalam melakukan penghalangan atas aksi-aksi yang dilakukan masyarakat berupa tidak memberi izin aksi dan upaya penghadangan para peserta aksi dalam perjalanannya untuk menyampaikan pendapat.

Keempat, kriminalisasi terhadap kasus-kasus yang bukan pidana dengan alasan defamasi. Sepanjang tahun 2020, ditemukan terjadinya tindak pidana terhadap masyarakat sipil yang mengkritik pejabat negara. Salah satunya, kasus Jerinx SID, divonis hukuman satu tahun penjara karena dianggap menyebut “IDI Kacung WHO”. Padahal, kritik merupakan hak atas kebebasan berekspresi sekaligus bentuk kontrol terhadap kekuasaan negara dan pejabatnya.

Untuk itu, PBHI menganggap penting optimalisasi pengawasan baik dari internal maupun eksternal tubuh Polri sebagai jaminan control of power yang dimiliki masyarakat. Selain itu, penghalangan-halangan akses layanan bantuan hukum yang kerap dilakukan anggota Polri merupakan preseden buruk yang telah melanggar prinsip-prinsip HAM dalam kerja-kerja Polri sebagaimana tercantum dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. 

PBHI juga mendorong Presiden Joko Widodo untuk memastikan Kapolri Terpilih melaksanakan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) dan menindak tegas setiap pelanggaran hukum dan HAM yang terjadi. Kapolri Terpilih juga harus memastikan adanya evaluasi dan pembenahan kelembagaan secara menyeluruh agar tidak kembali mengulangi pelanggaran hukum dan HAM yang selama ini terjadi berulang-ulang kali.

Tags:

Berita Terkait