Fachri Bachmid Nilai Penerbitan Perppu Cipta Kerja sebagai Kebijakan yang Destruktif
Pojok PERADI

Fachri Bachmid Nilai Penerbitan Perppu Cipta Kerja sebagai Kebijakan yang Destruktif

Kebijakan tersebut sangat potensial tidak berlandaskan pada moralitas konstitusional, yang aksentuasinya bukan semata tentang prosedur pembentukan undang-undang dengan memenuhi kaidah formalitas belaka.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 5 Menit

 

Fahri Bachmid mengatakan, pada hakikatnya perppu adalah keputusan presiden yang ditetapkannya dengan mengesampingkan DPR, karena adanya ‘kegentingan yang memaksa’ yang berkekuatan undang-undang (berbaju peraturan). Keputusan presiden ini mengandung sifat kediktatoran konstitusional, sehingga kontrol legislasi maupun yudisial merupakan sebuah keniscayaan konstitusional.

 

Diperlukan Peran Konstitusional DPR

Secara terminologi, ketentuan norma Pasal 22 UUD 1945 mengandung pengertian bahwa ‘kegentingan yang mernaksa’ menjadi syarat kondisional yang harus terpenuhi, sebelum presiden mempergunakan kewenangan menetapkan perppu. Jika ditinjau dari aspek ini, seharusnya pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas penerbitan perppu, diorientasikan pada terpenuhi atau tidaknya ‘keadaan kegentingan yang memaksa’. Jadi, sangat tepat jika DPR menilai substansi atau materi muatan dari perppu tersebut.

 

Jika dalam Sidang Paripurna DPR, presiden tidak bisa membuktikan serta menunjukkan adanya ‘keadaan kegentingan yang memaksa’, tentunya menurut ketentuan norma Pasal 22 ayat (3) UUD 1945 perppu tersebut harus dicabut.

 

Fahri mengungkapkan, terdapat tiga alasan mengapa Perppu harus dicabut: (1) apabila dalam pembahasan Paripurna DPR diketahui bahwa perppu tersebut bertentangan dengan hakikat perppu yaitu tidak memenuhi syarat ‘keadaan kegentingan yang memaksa’, maka presiden sebenarnya dinyatakan tidak berwenang menetapkan perppu; (2) perintah pencabutan ini untuk menghindari tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau kemungkinan adanya tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan dengan instrumen hukum perppu itu; (3) perppu yang dibuat secara sepihak oleh presiden, dengan konstruksi tersebut, diharapkan agar DPR dapat memainkan peran-peran signifikan secara konstitusional dalam fungsi ‘checks and balances’ dalam rangka mendinamisasi pemerintahan yang terbatas ‘limited government’.

 

Mengeluarkan Perppu Adalah Tindakan Constitution Disobedience terhadap Putusan MK

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menyebut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja menggugurkan status inkonstitusional bersyarat yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah keliru dan tidak tepat.

 

Sebab, berdasarkan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang amarnya menyatakan ‘Pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan”; serta memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen’ adalah mandat konstitusional yang dikirimkan oleh MK kepada Presiden dan DPR untuk melakukan perbaikan atas UU a quo.

 

Reasoning secara konstitusional atas putusan ini tentunya sangat gamblang, sebagaimana telah dirumuskan dalam putusan MK itu sendiri, bahwa proses pembahasan UU Cipta Kerja melanggar prinsip-prinsip fundamental sebagai sebuah negara demokrasi konstitusional, MK menegaskan bahwa oleh karena itu, selain menggunakan aturan legal formal berupa peraturan perundang-undangan, partisipasi masyarakat perlu dilakukan secara bermakna (meaningful participation) sehingga tercipta/terwujud partisipasi dan keterlibatan publik secara sungguh-sungguh,” Fahri menambahkan.

Tags: