Gagasan Insolvency Test Tidak Relevan untuk Revisi UU Kepailitan
Berita

Gagasan Insolvency Test Tidak Relevan untuk Revisi UU Kepailitan

Indonesia menggunakan penafsiran terhadap Pasal 1131 BW.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

(Baca juga: Revisi UU Kepailitan untuk Lindungi Debitor).

 

Elijana, adalah hakim Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat yang ikut menaruh perhatian pada undang-undang kepailitan peninggalan Belanda. Menurut dia, Indonesia tak perlu meniru-niru praktek di negara Anglo Saxon. “Kita itu dengan sistem Anglo-Saxon lain. Kita (pakai) penjabaran Pasal 1131 BW, tidak perlu tes insolvensi. Kalau di sana itu karena betul-betul pailit, kita itu karena debitor nggak mau bayar,” katanya saat diwawancarai hukumonline.

 

Pasal 1131 BW (KUH Perdata) menyebutkan: segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.

 

(Baca juga: Berbincang dengan Elijana, Sesepuh Hakim Niaga).

 

Ricardo menambahkan UU Kepailitan mengandung banyak hal ilusif dan sudah tidak relevan lagi untuk kondisi Indonesia saat ini. “Proses pembuktian negara beda-beda. Kalau bicara tentang perubahan, ada banyak hal lain yang salah untuk diperbaiki, termasuk salah tulis,” tegasnya.

 

Ricardo menceritakan secara pribadi dirinya tidak lagi berani mengurus boedel pailit sejak UU Kepailitan ini berlaku di tahun 2004. Alasannya potensi masalah dan ketidakpastian yang dihadapi kurator begitu besar. Ada hal-hal krusial dari substansi UU Kepailitan yang  jauh lebih mendesak diperbaiki ketimbang mengusulkan gagasan tes insolvensi. “Saya bingung, ini persoalan yang sudah selesai di tahun 1998, dibicarakan lagi sekarang, mungkin karena tidak memahami sejarahnya atau baru tahu ada teori itu sekarang,” selorohnya di akhir wawancara.

Tags:

Berita Terkait