Gawat!! Beredar Vaksin Palsu, BPOM Kecolongan
Berita

Gawat!! Beredar Vaksin Palsu, BPOM Kecolongan

Telah berlangsung sejak 2003 tak terbongkar modus pemalsuan vaksin. Ditengarai jaringan mulai petugas medis di rumah sakit, klinik dan Puskesmas.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Masyarakat belakangan digegerkan dengan beredarnya vaksin palsu. Balita sebagai konsumen vaksin justru terancam dengan beradarnya vaksin palsu. Peran Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM) pun menjadi sorotan. BPOM dinilai lalai dalam menjalankan fungsi pengawasan.

“Ini satu keteledoran dari pengawasan BPOM,” ujar Ketua DPR Ade Komarudin di Gedung DPR, Senin (27/6).

Menurutnya, Komisi IX DPR yang membidangi kesehatah mesti mendalami terjadinya peristiwa peredaran vaksin palsu tanpa ‘sensor’ dari BPOM dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). BPOM pun mesti menjelaskan kepada publik terkait dengan adanya kelalaian dalam pengawasan produk obat-obatan yang bereda di tengah masyarakat.

“Tidak bisa kita biarkan, ini menyangkut soal kesehatan masyarakat dan jika dibiarkan akan berdampak buruk dan meluas di masyarakat,” ujar politisi Golkar itu.

Anggota Komisi IX Irma Suryani Chaniago mengatakan vaksin palsu mulai beredar sejak 2003 silam. Namun tak juga terbongkar. Irma menilai ‘pemain’ vaksn palsu terbilang cukup lihai dengan jaringannya. Sebab dengan rentang waktu yang lama, tak juga terbongkar.  Irma menengarai jaringan mulai oknum rumah sakit, klinik dan lainnya.

Selain itu, kelalaian Kemenkes dan BPOM menjadi bagian dari penyebab beredarnya vaksin palsu. Namun ia tak ingin menyalahkan sepenuhnya kepada BPOM. Sebab, sumber daya manusia yang terdapat d BPOM tidak terlalu memadai. Irma berpandangan anggaran BPOM mesti ditingkatkan di tingkat kabupaten kota dan provinsi. Setidaknya, dapat menunjang kelengkapan laboratorium.

“Jangan tugasnya berat, tapi SDM-nya tidak cukup, anggarannya apalagi. Ini kan tidak fair. UU-nya juga tidak ada. Sehingga ketika melakukan investigasi, mereka hanya bisa melapor polisi. Sementara kalau lapor polisi kadang-kadang ada oknum juga yang bermain. Tidak ditindaklanjuti sehingga terus berulang,” ujarnya.

Politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) mengaku heran dengan masuknya vaksin palsu ke rumah sakit swasta, fasilitas kesehatan (Faskes) 1, Puskesmas dan klinik. Sementara rumah sakit milik pemerintah sudah menggunakan e-katalog, sehingga mestinya tak dapat masuk obat palsu.

“Kalau bisa masuk artinya ada permainan, bahwa vaksin yang digunakan tidak semuanya yang ada di e-katalog. Sehingga harus ada investigasi, dan yang harus dilakukan menteri kesehatan adalah menginventarisir, faskes I, klinik yang sudah menggunakan ini,” ujarnya.

Anggota Komisi IX Okky Asokawati menambahkan kasus yang sudah terhitung 13 tahun sejak 2003 tak berdampak adanya penangkapan dan penahanan terhadap pelaku. Namun setelah Bareskrim berhasil menemukan pelaku, pihak Kemenkes merespon. Menurutnya, tindakan preventif amat memprihatinkan. Ia menilai cara pembuatan obat yang baik (CPOB) tak diawasi dengan baik. Padahal kebijakan CPOB menjadi kewenangan Kemenkes untuk memberikan perizinan.

“Kalau sampai ada pihak-pihak yang bisa memproduksi vaksin dengan tidak baik berarti CPOB-nya tidak baik. BPOM juga menurut saya kecolongan karena dalam distribusi tugas pokok dan fungsi adalah BPOM,” ujarnya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menyesalkan pernyataan Menkes yang menilai masyarakat tak perlu khawatir dengan beredarnya vaksin palsu. Mestinya, Bareskrim memberikan sejumlah nama rumah sakit yang terindikasi menjadi tempat beredarnya vaksin palsu ke publik. Ia khawatir dengan adanya kasus tersebut menjadikan kekhawatiran masyarakat untuk divaksin.

Hukum berat                 
Lebih jauh, Okky berpandangan pemerintah mesti menutup celah peredaran vaksin palsu. Peran BPOM mesti diperkuat. Apalagi jelang hari raya, makanan dan obat-obatan pun banyak beredar dan perlu diperiksa kadar pengawet makanan. Sebab dengan begitu, ketika terjadi peristiwa pemalsuan vaksin dan makanan, pelakunya mesti diganjar hukuman berat.

“Pemerintah harus memberikan hukuman yang seberat-beratnya. Ini sudah kejahatan berlang, sering ada bayi meninggal karena vaksinasi,” ujarnya.

Menurutnya, jenis anti biotik, bahan infus serta tetatus perlu dipetakan. Begitu pula pemetaan wilayah yang terindikasi peredaran vaksin palsu. Misalnya wilayah Banten, Jawa Barat, DKI dan Bekasi. Nah peran Kemenkes sebagai garda terdepan melayani kesehatan masyarakat mesti mendata secara akurat dan meyakinkan ibu dan anak. Tujuannya agar tetap memberikan vaksin tanpa adanya rasa khawatir.

Irma menambahkan sanksi terhadap pihak terlibat mulai di rumah sakit, klinik dan Faskes 1. Begitu pula petugas medis mulai perawat, dokter dan bidan. Menurutnya petugas medis dipastikan mengetahui obat mau pun vaksin palsu mau pun asli. Misalnya ketika harga vaksin murah patut pula dipertanyakan. Kemudian sebelum menyuntikan vaksin mesti dilihat perbedaan barcode asli dengan palsu

“Kalau tidak terbongkar sekian lama, secara logika berpikir pasti ada sesuatu. Ini yang harus ditindaklanjuti oleh Kemenkes, BPOM dan aparat kepolisian.Kepolisian tidak akan bisa turun kalau tidak bisa memberikan laporan. Harus diungkap, Kemenkes investarisir rumah sakit yang menggunakan vaksin palsu. siapapun yang terlibat dipecat. Dari tahun 2003 tidak ketahuan kan luar biasa sekali,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait