Gunakan Font Tanpa Izin di Produk Susu Kemasan, Ini Akibat Hukumnya
Berita

Gunakan Font Tanpa Izin di Produk Susu Kemasan, Ini Akibat Hukumnya

Penggunaan font tanpa izin pencipta bisa berakibat gugatan ganti rugi hingga ancaman pidana.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi kasus font tulisan dalam kemasan susu. Ilustrator: HGW
Ilustrasi kasus font tulisan dalam kemasan susu. Ilustrator: HGW

Beberapa hari lalu media sosial Twitter sempat diramaikan dengan adanya dugaan penggunaan font tanpa izin. Ironisnya, pengguna font tersebut adalah salah satu perusahaan besar yang memproduksi susu kemasan dimana font yang dimaksud digunakan tanpa izin dari penciptanya dimana hal itu berpotensi melanggar UU Hak Cipta.

Akun @arwanOD yang mengklaim merupakan pencipta font tersebut dalam cuitannya menulis font tersebut pertama kali ia rilis pada tahun 2016. Font itu ia jual di website Locomotype. Locomotype sendiri merupakan studio pembuatan Font tulisan yang ia dirikan. Font dengan nama “Om Telolet Om” ini awalnya ia rilis dengan Lisensi “free for personal dan commercial”. Namun beberapa bulan kemudian, diganti menjadi “free for personal”.

Hukumonline mengonfirmasi hal tersebut kepada @arwanOD. Melalui sambungan telepon, ia membenarkan kejadian itu, namun tak mengira cuitannya bisa menjadi perhatian netizen dan menjadi viral seperti kemarin. Ia menegaskan cuitannya itu juga bukan untuk menyudutkan salah satu pihak, namun hanya sekedar ungkapan perasaan pribadi ketika font yang dibuatnya digunakan perusahaan tanpa meminta izin darinya selaku pencipta.

“Saya bukan mau menyudutkan perusahaan itu ya mas, karena setelah komunikasi perusahaan itu bilang mendapatkan dari agency di Singapura. Jadi ya mungkin memang mereka tidak tahu soal itu,” ujar pemilik akun @ArwanOD kepada hukumonline.

Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC) menyebutkan “Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”

Terlepas dari apakah font tersebut sudah ataupun belum dicatat oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Direktorat Jenderal HAKI), penggunaan font tanpa izin berisiko adanya permasalahan hukum. Dalam Pasal 31 UUHC setidaknya ada empat unsur yang dimaksud sebagai pencipta, yakni pertama disebut dalam ciptaan, kedua dinyatakan sebagai pencipta suatu ciptaan, ketiga disebutkan dalam surat pencatatan ciptaan, dan keempat tercantum dalam daftar umum ciptaan sebagai pencipta.

Pasal 64 ayat (2) UUHC menegaskan pencatatan bukan menjadi syarat untuk mendapatkan hak cipta. “Pencatatan ciptaan dan produk hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan syarat untuk mendapatkan hak cipta dan hak terkait,” bunyi pasal tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait