Guru Besar FH UGM: UU Cipta Kerja Miliki Daya Laku, Tapi Tak Punya Daya Ikat
Terbaru

Guru Besar FH UGM: UU Cipta Kerja Miliki Daya Laku, Tapi Tak Punya Daya Ikat

Tidak punya daya ikat selama belum diperbaiki. Sebab, putusan MK memerintahkan menangguhkan segala kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

“Apapun perubahan yang diinginkan wajib hukumnya selaras dengan UU No.5 Tahun 1960,” tegasnya.

Menurut Prof Maria, ada pihak yang menganggap UU No.5 Tahun 1960 ketinggalan zaman, sehingga harus direvisi. Baginya, pihak yang berpandangan seperti itu lupa bahwa UU No.5 Tahun 1960 sifatnya dinamis. Misalnya pengaturan tentang rumah susun; HPL/hak atas tanah di ruang bawah tanah, bawah air, dan atas tanah; pemberian hak atas tanah di wilayah perairan; pemberian HGB/Hak Pakai di atas Hak Milik.

“Berbagai ketentuan itu sebelumnya tidak ada dalam UU No.5 Tahun 1960, tapi karena beleid itu sifatnya dinamis, maka bisa dikembangkan tanpa melanggar prinsip,” jelasnya.  

Berbeda dengan UU No.11 Tahun 2020 dimana perubahan yang dilakukan tujuannya bukan untuk kepentingan masyarakat, tapi hanya kelompok yang memiliki posisi tawar kuat secara ekonomi, sosial, dan politik. “Peraturan yang bermasalah itu justru semakin menjauh dari cita-cita tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat,” kritiknya.

Sejumlah hal yang perlu dikoreksi dari UU No.11 Tahun 2020 dan peraturan turunannya terhadap pelanggaran konsepsi atas UU No.5 Tahun 1960 antara lain pemberian HGU di atas HPL; pemberian HMRS kepada warga negara asing yang status tanah bersamanya HGB; penetapan HPL untuk masyarakat hukum adat. Kemudian pemberian hak dan perpanjangan atau perpanjangan dan pembaruan hak tanpa dibatasi ketentuan bahwa pendaftaran haknya dilakukan secara bertahap.

Prof Maria juga mengusulkan agar mempertimbangkan kembali gagasan tentang Bank Tanah yang bermasalah sejak awal. Lebih baik fokus pada tujuan untuk mencapai ekonomi yang berkeadilan sosial. Pemberlakuan PP No.64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah harus ditangguhkan dulu dan tidak menerbitkan Perpres baru terkait Badan Bank Tanah sesuai amar putusan MK.

Dia menyarankan saat ini adalah waktu yang tepat untuk berpikir ulang tentang kedudukan dan fungsi HPL dengan segala implikasi hukumnya sesuai UU No.5 Tahun 1960. Perlu menelusuri kemungkinan untuk menjadikan hak atas tanah hanya dalam 2 kelompok yakni hak milik dan hak pakai sebagaimana pernah diusulkan dalam RUU tentang Sumberdaya Agraria Tahun 2004. Serta melaksanakan TAP MPR No.IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Tags:

Berita Terkait