Guru Besar UI Tawarkan 4 Solusi Penanganan Pengungsi dan Pencari Suaka
Terbaru

Guru Besar UI Tawarkan 4 Solusi Penanganan Pengungsi dan Pencari Suaka

Karena dinilai terus membebani Indonesia. Padahal, Indonesia bukan negara tujuan (resettlement countries) bagi pencari suaka dan pengungsi. Keberadaan pencari suaka di Indonesia karena ada kantor perwakilan UNHCR di Jakarta.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof Hikmahanto Juwana dalam webinar bertema 'Mencari Kepastian Para Pengungsi dari Afghanistan di Indonesia', Kamis (16/9/2021).  Foto: RES
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof Hikmahanto Juwana dalam webinar bertema 'Mencari Kepastian Para Pengungsi dari Afghanistan di Indonesia', Kamis (16/9/2021). Foto: RES

Pencari suaka dan pengungsi internasional biasanya akan bergerak menuju negara tujuan (resettlement countries) sebagai tempat untuk berlindung secara permanen. Tapi sebelum mereka mencapai negara tujuan biasanya singgah di negara tertentu sebagai tempat transit, salah satunya Indonesia.

Melansir data United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) per Juli 2021 terdapat 13.356 orang terdaftar di kantor UNHCR di Indonesia. Rinciannya, 10.010 orang pengungsi dan 3.346 orang pencari suaka. Sebanyak 72 persen pengungsi di Indonesia berasal dari 3 negara yakni Afghanistan (56 persen), Somalia (10 persen) dan Myanmar (5 persen).

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof Hikmahanto Juwana, mengatakan selama ini Indonesia mengalami dilema dalam menangani pengungsi dan pencari suaka. Sebab, sejatinya Indonesia bukan negara tujuan bagi pencari suaka terutama asal Afghanistan. Salah satu sebab pencari suaka dan pengungsi sampai singgah di Indonesia karena ada kantor perwakilan UNHCR di Jakarta.

Persoalan lain dalam menangani pengungsi dan pencari suaka, Indonesia sendiri belum meratifikasi The Convention Relating To The Status Of The Refugees 1951 dan Protocol New York 1967 tentang Pengungsi Internasional dan Pencari Suaka. Dengan begitu, Indonesia tidak terikat dengan kewajiban menangani pengungsi dan pencari suaka internasional.    

“Jadi, Indonesia bukan negara peserta konvensi tentang pengungsi,” kata Hikmahanto dalam webinar Hukumonline 2021 bertema “Mencari Kepastian Para Pengungsi dari Afghanistan di Indonesia,” Kamis (16/9/2021). (Baca Juga: Sejumlah Upaya UNHCR Menangani Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia)

Hikmahanto menerangkan pencari suaka asal Afghanistan bukan yang belakangan ini melakukan eksodus ke luar dari Afganistan setelah Taliban menguasi banyak kota di Afghanistan. Banyak pengungsi asal Afghanistan sudah ada bertahun-tahun di Indonesia jauh sebelum Taliban berkuasa kembali. Dia melihat tujuan para pencari suaka itu adalah negara selain Indonesia, terutama Australia.

Hukumonline.com

Sebagai badan PBB yang menangani pencari suaka dan pengungsi, Hikmahanto menilai UNHCR melakukan screening dalam waktu yang lama. Hal tersebut membuat pencari suaka harus menunggu lama tanpa ada kepastian jangka waktu di negara transit. UNHCR dinilai tidak memikirkan hak asasi para pencari suaka karena melakukan pembiaran terhadap status pencari suaka yang belum juga dianggap sebagai pengungsi.

Bahkan, Australia sebagai negara utama tujuan para pengungsi saat ini tidak lagi mengalokasikan dana ke Badan Migrasi PBB (IOM). “Jadi Australia menjadikan Indonesia sebagai bumper agar imigran gelap asal Afghanistan tidak masuk ke Australia,” ujarnya.

Persoalan lain yang dihadapi Indonesia dalam menangani pencari suaka dan pengungsi yakni saling tuding antara pemerintah pusat dan daerah terkait tanggung jawab penanganan pengungsi dan pencari suaka. Ini disebabkan karena Indonesia seolah menjadi “korban” karena keberadaan kantor perwakilan UNHCR di Indonesia.

Untuk itu, dia meminta agar Pemerintah Indonesia harus tegas agar kantor UNHCR itu dapat dipindahkan dari Jakarta (ke negara lain, red) karena Indonesia tidak mungkin mengalokasikan APBN/APBD untuk menangani para pencari suaka mengingat masih banyak rakyat miskin di Indonesia yang masih membutuhkan bantuan dari pemerintah.

“Kantor perwakilan UNHCR itu di Bangkok, tapi kenapa mereka (UNHCR di Jakarta, red) memproses pencari suaka di Indonesia?” ujarnya mempertanyakan.

Hukumonline.com

Hikmahanto menjelaskan setidaknya ada 4 solusi yang bisa dilakukan untuk menangani pencari suaka dan pengungsi di Indonesia. Pertama, UNHCR diminta untuk lebih bertanggung jawab. Kedua, negara ketiga sebagai penerima harus segera menerima para pencari suaka. Ketiga, Australia harus kembali mengucurkan dana untuk IOM. Keempat, negara-negara OKI perlu membantu Indonesia secara pembiayaan atas beban yang harus dipikul.

Pencari suaka asal Afghanistan, jurnalis, dan penyair, Abdul Samad Haidari, merasakan sebagai pencari suaka di Indonesia tidak bisa mengakses kebutuhan dasar di Indonesia seperti kesehatan, pendidikan, dan perbankan. “Pengungsi dan pencari suaka masih kesulitan mengakses kebutuhan dasar untuk hidup,” ujarnya.

Sebelumnya, National Migration Health Officer IOM Indonesia, Kartini Tampubolon, mengatakan IOM telah memfasilitasi program vaksinasi Covid-19 bagi 118 pengungsi luar negeri yang berada di wilayah kota Bekasi. Vaksinasi itu berjalan dengan dukungan Puskesmas Jatisampurna, kota Bekasi.

“IOM sangat mengapresiasi respon dari Pemerintah Kota Bekasi dan Puskesmas Jatisampurna yang telah membuka akses vaksinasi Covid-19 bagi para pengungsi luar negeri,” ujarnya sebagaimana dilansir laman indonesia.iom.int, Rabu (1/9/2021) lalu.

Kartini mengatakan sejak awal pandemi IOM telah bekerja sama dengan berbagai Dinas Kesehatan dan RS di Indonesia untuk memperkuat upaya pemerintah dalam menanggulangi dampak kesehatan dan sosial Covid-19. Melalui koordinasi dengan pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya, IOM bermitra untuk mendukung ketersediaan vaksinasi bagi semua anggota masyarakat termasuk pengungsi luar negeri yang ada di Indonesia.

Tercatat IOM telah mengirimkan bantuan senilai lebih dari Rp15 miliar dalam bentuk peralatan medis penting, ventilator, perlengkapan kesehatan dan kebersihan ke RS, fasilitas kesehatan, dan kepada orang-orang yang membutuhkan di berbagai daerah di Indonesia. IOM juga telah mengirimkan suplai rantai dingin (cold chain supplies) untuk pengiriman vaksin, peralatan pelindung diri, dan lainnya secara aman.

Tags:

Berita Terkait