Guru JIS Didakwa Pencabulan, Pengacara Nilai Jaksa Bimbang
Utama

Guru JIS Didakwa Pencabulan, Pengacara Nilai Jaksa Bimbang

Waktu kejadian tidak jelas.

Oleh:
Ali Salmande
Bacaan 2 Menit
Guru JIS Neil Bantleman (kiri) saat menjalani sidang perdana kasus pencabulan siswa JIS, di PN Jaksel, Selasa (2/11). Foto: RES
Guru JIS Neil Bantleman (kiri) saat menjalani sidang perdana kasus pencabulan siswa JIS, di PN Jaksel, Selasa (2/11). Foto: RES
Dua guru Jakarta International School (JIS), Neil Bantlemen dan Ferdinant Tjong, akhirnya menghadapi dakwaan penuntutan umum dalam kasus pencabulan terhadap sejumlah siswa JIS, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (2/11).

Dakwaan terhadap Neil dan Ferdinant diajukan dalam dua berkas terpisah. Mereka didakwa dengan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP untuk dakwaan primiar dan Pasal 80 ayat (1) UU Perlindungan Anak Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Pasal 82 UU Perlindungan Anak berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”

Sedangkan, Pasal 80 ayat (1) menyatakan, Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).”

Penuntut umum menyatakan bahwa perbuatan terdakwa dalam melakukan perbuatan cabul tersebut sekira pada Januari 2013 s.d. Maret 2014. “Pada waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi dengan pasti yakni pada suatu tertentu antara bulan Januari 2013 s/d bulan Maret 2014 atau setidaknya pada suatu waktu tertentu dalam tahun 2013 s/d tahun 2014,” demikian bunyi dakwaan.

Pengacara terdakwa, Hotman Paris Hutapea menilai penuntut umum bingung dan bimbang dalam menyusun dakwaan. Ini terbukti dengan tidak jelasnya kapan waktu sebenarnya kejadian tindak pidana tersebut.

“Jaksa tidak ingat pasti kejadiannya, gimana mau menuntut?” ujar Hotman usai sidang yang berlangsung tertutup.

Hotman berpendapat tidak boleh dakwaan dibuat seperti itu. Menurutnya, berdasarkan aturan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dakwaan harus dibuat dengan jelas. “Ini kan rentang waktunya terlalu lama, antara 2013 dan 2014,” tuturnya.

Ia menunjuk ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP yang berbunyi, “Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi: uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.”

Bila hal tersebut dilakukan oleh penuntut umum, maka Pasal 143 ayat (3) secara tegas menyatakan dakwaan dinyatakan batal demi hukum.

Hotman mengaku akan coba “menghajar” kelemahan dakwaan di segi formalitas ini dalam sidang berikutnya yang mengagendakan eksepsi dari terdakwa. “Kalau dakwaannya seperti ini, maka bisa dinyatakan batal demi hukum,” tegasnya.

Terpisah, penuntut umum Ade Rohimah enggan mengomentari kritikan pengacara terdakwa. “Ya terserah mereka. Saya tak boleh bicara karena tadi itu sidangnya tertutup,” ujarnya usai sidang.

“Lihat nanti saja kalau memang dia bilang begitu,” pungkasnya sambil berlalu ketika didesak untuk dimintai tanggapannya terhadap kritikan pengacara terdakwa.
Tags:

Berita Terkait