Menurut salah satu anggota majelis kehormatan Alex Wangge, memang perjanjian Gusti sebagai kuasa hukum ICS belum ditandatangani, tapi ia telah menerima pembayaran retainer fee beberapa kali sejak November 2005. Sehingga majelis menganggap hubungan advokat-klien sudah ada.
Akan tetapi putusan itu justru mendapat tanggapan keras dari Gusti Randa. Ia menilai banyak kejanggalan dalam putusan tersebut.
Pasal 4 Kode Etik Advokat Indonesia j. Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari kepengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
|
Gusti Randa menjelaskan ia sebenarnya sudah mengundurkan diri sebagai konsultan hukum IKS, sebelum mengirimkan tagihan ke RCTI. Sehingga menurut dirinya tidak benar bahwa telah terjadi benturan kepentingan dengan IKS. Saya berhenti menjadi konsultan hukum PT IKS sejak 31 Januari kemudian mengirimkan invoice 1 Februari, kata Gusti Randa.
Ia juga menilai putusan majelis kehormatan tersebut tidak konsisten menghukum dirinya karena tidak ada landasan hukumnya. Bak menantang, Gusti menyatakan Pasal 7 ayat (1) huruf c UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat tentang jenis tindakan yang dikenakan terhadap advokat menyebutkan sanksi selama 3 sampai 12 bulan, bukannya 2 bulan seperti yang dikenakan padanya.
Pasal 7 UU Advokat (1) Jenis tindakan yang dikenakan terhadap Advokat dapat berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan; d. pemberhentian tetap dari profesinya. |
Gusti Randa malah menuding balik Abdul Djalal, Komisaris IKS yang juga ayah Direktur Utama IKS Ukie Djalal. Gusti mempertanyakan Kenapa harus Abdul Djalal, kenapa bukan Ukie Djalal (Direktur Utama IKS, red) yang seharusnya menggugat saya.. Memang Abdul Djalal mengadukan Gusti kepada PERADI dalam kapastisnya sebagai anggota masyarakat.