Memahami Hak-hak Istri Pasca Menggugat Cerai Suami
Utama

Memahami Hak-hak Istri Pasca Menggugat Cerai Suami

Meski tidak dijelaskan secara eksplisit, namun KHI menyatakan hak istri setelah menggugat cerai suami adalah mendapat nafkah idah dari bekas suaminya, kecuali ia nusyuz.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit

Dan kedua, perceraian atas inisiatif istri. Bentuknya dapat berupa fasakh, yaitu bentuk perceraian yang terjadi atas permintaan istri karena suaminya gila, sakit kusta, sakit sopak, atau sakit berbahaya lainnya yang sukar disembuhkan atau karena cacat badan lainnya yang menyebabkan suami tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagai suami; dan khuluk, yaitu perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan atau iwadl kepada dan atas persetujuan suaminya (Pasal 1 huruf i Kompilasi Hukum Islam (KHI)).

Lalu bagaimana dengn nakfah atau hak istri setelah perceraian dalam hukum Islam? Menurut Rendra Widyakso dalam Tuntutan Nafkah dalam Perkara Cerai Gugat pada laman Pengadilan Agama Semarang, menerangkan bahwa ada beberapa kategori pembagian nafkah kepada mantan istri setelah perceraian:

Pertama, nafkah madhiyah. Yaitu nafkah yang telah lampau dan tidak selalu dihubungkan dengan perkara cerai talak. Dalam hal ini, istri dapat mengajukan tuntutan nafkah madhiyah saat suaminya mengajukan perkara cerai talak dengan mengajukan gugatan rekonvensi.

Kedua, nafkah idah. Pasca putusan, mantan istri akan menjalani masa idah. Sehingga konsep nafkah idah sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dijadikan illat yang sama terhadap perkara cerai talak.

Ketiga, nafkah mut’ah. Konsepnya adalah istri yang dicerai merasa menderita karena harus berpisah dengan suaminya. Guna meminimalisasi penderitaan atau rasa sedih tersebut, maka diwajibkanlah bagi mantan suami untuk memberikan nafkah mut’ah sebagai penghilang pilu. Namun, beberapa pendapat menyatakan bahwa apabila yang mengajukan gugatan cerai adalah istri, maka nafkah mut’ah dianggap tidak ada.

Keempat, nafkah anak. Tentunya jatuh pada saat setelah terjadinya peristiwa cerai. Tidak menutup kemungkinan dibolehkan dalam perkara cerai gugat untuk mengajukan tuntutan atas nafkah anak. Persoalan kewajiban ayah pada anak setelah bercerai menurut islam sebagaimana diatur dalam KHI wajib dipenuhi sesuai kemampuan ayahnya hingga anak tersebut dewasa dan dapat mengurus dirinya sendiri (Pasal 156 huruf d KHI).

Selanjutnya, secara spesifik, Pasal 149 KHI mengatur bahwa:

Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib: memberikan mut’ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul; memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyur dan dalam keadaan tidak hamil; melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separuh apabila qobla al dukhul; memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.

Tags:

Berita Terkait