Memahami Hak-hak Istri Pasca Menggugat Cerai Suami
Utama

Memahami Hak-hak Istri Pasca Menggugat Cerai Suami

Meski tidak dijelaskan secara eksplisit, namun KHI menyatakan hak istri setelah menggugat cerai suami adalah mendapat nafkah idah dari bekas suaminya, kecuali ia nusyuz.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit

Dalam kasus cerai gugat ini, hakim menjatuhkan putusan bahwa mantan suami sebagai tergugat wajib memberikan nafkah kepada mantan istrinya sebagai penggugat. Bentuk hak istri setelah menggugat cerai suami dalam kasus ini, antara lain (hal. 165):

“hadanah kepada penggugat setiap bulan minimal sejumlah Rp4 juta sampai anak tersebut dewasa dan mandiri atau berumur 21 tahun; nafkah idah kepada penggugat selama tiga bulan sebesar Rp10 juta.”

Hak istri setelah menggugat cerai suami berupa nafkah idah ini dianggap sebagai kewajiban dari mantan suami kepada istri yang telah diceraikan. Hal ini merupakan suatu sikap yang sepatutnya dilakukan oleh suami karena nafkah idah bisa sedikit meringankan beban hidup ketika menjalani masa idah dan bisa menjadi pelipur lara bagi istri.

Hal ini dikonfirmasi pula oleh Mahkamah Agung dalam Lampiran SEMA 3/2018, di mana hak istri setelah menggugat cerai suami dapat berupa nafkah idah dan nafkah mut’ah sepanjang tidak nusyuz (hal. 15).

Namun, hakim dalam menetapkan nafkah madhiyah, nafkah idah, nafkah mut’ah, dan nafkah anak, harus mempertimbangkan rasa keadilan dan kepatutan dengan menggali fakta kemampuan ekonomi suami dan fakta kebutuhan dasar hidup istri dan/atau anak (hal. 14).

Berdasarkan putusan dan edaran tersebut, tidak tertutup kemungkinan dalam perkara cerai gugat, pihak penggugat (istri) dapat mengajukan hak istri setelah menggugat cerai suami berupa nafkah nafkah idah, nafkah mut’ah, dan nafkah anak sepanjang tidak nusyuz.

Namun, dikabulkannya permohonan hak istri setelah menggugat cerai suami ini sifatnya kasuistik, tergantung alasan dan kondisi-kondisi yang terjadi. Termasuk kemampuan ekonomi suami.

Tags:

Berita Terkait