Hak Orang yang Mengalami Gangguan Jiwa dalam Pemilu
Berita

Hak Orang yang Mengalami Gangguan Jiwa dalam Pemilu

Penyandang disabilitas mental adalah termasuk warga negara Indonesia (WNI) yang memiliki hak konstitusional yang sama.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi penyelenggaraan pemilu. Ilustrator: BAS
Ilustrasi penyelenggaraan pemilu. Ilustrator: BAS

Orang dengan gangguan kejiwaan (penyandang disabilitas mental) adalah bagian dari kelompok masyarakat penyandang disabilitas. Aturan ini dinyatakan secara jelas dalam UU No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities), dan UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Berdasarkan kedua paying hukum ini, sejatinya orang dengan gangguan kejiwaan  mendapatkan jaminan perlindungan atas hak-hak mereka, termasuk ketika terjadi pesta demokrasi bernama pemilihan umum. Salah satu yang diakui universal adalah hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik, termasuk untuk didaftar sebagai pemilih.

Pelaksanaan atas jaminan hak-hak itulah yang selama bertahun-tahun telah diperjuangkan beragam organisasi dan kelompok masyarakat, terutama hak penyandang disabilitas untuk memilih. Advokasi yang dilakukan bertujuan agar penyelenggara pemilu mengakomodasi hak-hak penyandang disabilitas.  “KPU mendaftar orang ganggguan jiwa adaalh sebagi pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas mental yang sudah diperjuangkan sejak lama dan bertahun-tahun,” ujar Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia, Yeni Rosa Damayanti, Sabtu (24/11) di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Sabtu (24/11).

Advokasi dan pendekatan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah dilakukan untuk memastikan pemenuhan hak tersebut. Sebagai bagian dari keberhasilan perjuangan gerakan disabilitas ini, pada tahun 2014 KPU mulai mendaftarkan penyandang disabilitas mental sebagai pemilih dalam Pemilu tahun 2014. Selanjutnya, berdasarkan surat No. 1401/PL.02.1-SD/01/KPU/XI/2018, KPU melakukan pendaftaran terhadap pemilih dengan disabilitas mental. Langkah KPU ini merupakan bentuk nyata dari realisasi jaminan hak politik yang setara bagi setiap warga negara sesuai dengan ketentuan dalam berbagai Undang-Undang termasuk UU Penyandang  Disabilitas, UU Pemilu, serta Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang DIsabilitas yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 19 Tahun 2011.

Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas mendorong agar kebijakan pendaftaran penyandang disabilitas mental sebagai pemilih dalam Pemilu 2019 harus diteruskan, ditambah dengan upaya-upaya lainnya yang dapat mendukung penyandang disabilitas mental untuk menggunakan hak memilih sebaik-baiknya. Termasuk ke dalam upaya dimaksud dukungan psikologis, sosial dan pengobatan, sosialisasi, dan edukasi mengenai hak politik serta pengetahuan mengenai kepemiluan.

Ada dalil yang mendasari mengapa penyandang disabilitas mental harus dilindungi hak politiknya, terkhusus hak memilih. Secara filosofis, penyandang disabilitas mental adalah manusia yang memiliki hak asasi yang setara sejak kelahirannya. Salah satu hak asasi manusia (HAM) yang dimaksud adalah hak politik, -khususnya hak memilih- yang dalam pemenuhannya tidak dapat dibatasi oleh negara, kecuali berdasarkan putusan pengadilan atau Undang-Undang. Sampai saat ini tidak ada putusan pengadilan dan Undang-undang yang melarang penyandang disabilitas mental menggunakan hak memilih pada Pemilu 2019.

(Baca juga: Apakah Orang Sakit Jiwa Berhak Memilih dalam Pemilu?).

Secara yuridis penyandang disabilitas mental termasuk warga negara Indonesia (WNI) yang memiliki hak konstitusional yang sama, sehingga wajib dihormati, dilindungi, dan dipenuhi negara. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan ‘Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum’. Norma konstitusi ini secara tegas melarang adanya pembedaan perlakuan dihadapan hukum, termasuk dalam hal pengaturan mengenai hak memilih. “Selain itu, tidak ada satu pun Pasal dalam UU Pemilu yang melarang penyandang disabilitas, termasuk penyandang disabilitas mental untuk menggunakan hak pilihnya,” ujar peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Fajri Nursyamsi lewat keterangan tertulisnya.

Dalam Pasal 5 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan Penyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama sebagai Pemilih, sebagai calon anggota DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon anggota DPRD, dan sebagai Penyelenggara Pemilu’. Pasal 75 ayat (2) UU Penyandang Disabilitas mengatur ‘Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin hak dan kesempatan bagi Penyandang Disabilitas untuk memilih dan dipilih’.

Tags:

Berita Terkait