Hakim Agung: 6 Faktor Ini Mendorong Putusan Pengadilan Berperspektif Keadilan Lingkungan
Terbaru

Hakim Agung: 6 Faktor Ini Mendorong Putusan Pengadilan Berperspektif Keadilan Lingkungan

Seperti keharusan adanya peraturan hukum yang jelas dan lengkap terkait lingkungan hidup, pelatihan dan diskusi yang berkesinambungan untuk hakim lingkungan hidup, hingga tersedianya anggaran dalam DIPA pengadilan.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Hakim Agung Kamar Perdata Nani Indrawati. Foto: Twitter Komisi Yudisial
Hakim Agung Kamar Perdata Nani Indrawati. Foto: Twitter Komisi Yudisial

Konstitusi menjamin setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta memperoleh pelayanan kesehatan. Tapi faktanya, tak mudah bagi masyarakat mendapatkan tempat tinggal dan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Ada berbagai persoalan yang dihadapi untuk melaksanakan mandat pasal 28 H ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Bahkan, tak sedikit kasus lingkungan hidup yang penyelesaiannya bermuara ke meja hijau.

Hakim Agung Kamar Perdata Nani Indrawati berpandangan, perkara lingkungan itu unik, kompleks, rumit dan di dominasi oleh bukti ilmiah (scientific evidence). Setidaknya, kata Nani, memerlukan 6 hal dalam mendorong putusan pengadilan memiliki perspektif lingkungan hidup. Pertama, harus ada peraturan hukum yang jelas dan lengkap terkait lingkungan hidup. Kedua, perkara lingkungan seharusnya hanya diadili oleh hakim bersertifikat lingkungan.

“Kita baru memiliki 1.417 hakim yang sudah mengantongi sertifikasi lingkungan,” ujarnya  dalam acara ‘Peluncuran Portal Putusan I-Lead dan Diskusi Publik Pengaruh Putusan Pengadilan Terhadap Pembaruan Hukum Lingkungan Hidup’ yang digelar ICEL di Jakarta, Kamis (26/1/2023) lalu.

Ketiga, pelatihan dan diskusi yang berkesinambungan untuk hakim lingkungan hidup agar mendapat informasi terbaru terkait perkembangan masalah lingkungan hidup, serta bagaimana solusinya. Keempat, tersedianya portal atau aplikasi yang mudah diakses, berisi putusan penting (landmark decision) yang berasal dari pengadilan di Indonesia maupun putusan luar negeri atau internasional (yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, red).

Kelima, tersedianya daftar nama-nama ahli lingkungan dari berbagai wilayah yang memudahkan para pihak untuk menghadirkan ahli jika perkaranya disidangkan di luar kota-kota besar. Keenam, tersedianya anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) pengadilan, khusus untuk biaya menghadirkan ahli oleh pengadilan bila diperlukan third opinion.

“Karena ahli yang dihadirkan kedua belah pihak saling bertentangan,” ujar Nani.

Baca juga:

Mantan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Palangkaraya  itu menyebut, kualitas putusan hakim didasarkan pada ‘good knowledge’ dalam memahami hukum domestik, mengintepretasikan hukum  dengan benar. Sekaligus, mempelajari prinsip hukum lingkungan yang berlaku secara domestik dan internasional. Serta mempelajari putusan penting (landmark decision). Mulai putusan Indonesia dan negara lain yang bisa menjadi pembelajaran dan sumber hukum dalam penyusunan pertimbangan hukum putusan perkara yang diadilinya.

Tags:

Berita Terkait