Hakim Pengadilan Umum Diragukan Paham Hukum Syariah
Berita

Hakim Pengadilan Umum Diragukan Paham Hukum Syariah

Penyelesaian perkara syariah di pengadilan negeri seringkali tidak menggunakan aturan-aturan syariah.

ASH
Bacaan 2 Menit
Sidang pengujian tentang Perbankan Syariah di Gedung MK. Foto: ilustrasi (Sgp)
Sidang pengujian tentang Perbankan Syariah di Gedung MK. Foto: ilustrasi (Sgp)

Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Deddy Ismatullah berpendapat penyelesaian permasalahan perbankan syariah seharusnya mutlak menjadi kewenangan pengadilan agama. Hal ini untuk menjamin putusan yang dikeluarkan nantinya sesuai dengan hukum syariah.

“Persoalan agama (syariah) itu tidak bisa diselesaikan oleh pengadilan lain dalam menyelesaikan permasalahan,” kata Deddy ketika menjadi ahli pemohon dalam sidang pengujian Pasal 55 ayat (2) dan (3) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah di Gedung MK, Kamis (20/12).

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Achmad Sodiki, Deddy mengatakan jika permasalahan syariah tetap dipaksakan diselesaikan di pengadilan negeri, dikhawatirkan akan menimbulkan keraguan dalam setiap keputusannya. Sebab, sumber daya manusia yang ada di pengadilan negeri tidak ada yang ahli mengenai hukum syariah.

“Saya pernah bersidang di pengadilan negeri yang hakim-hakimnya tidak mengenal hukum Islam, ketika faktanya bersinggungan dengan hukum syariat ada semacam keraguan, lalu bagaimana dia mau mengadili,” papar Deddy dalam ruang persidangan.

Karena itu, Deddy menganggap keberadaan Pasal 55 ayat (2) UU Perbankan Syariah seharusnya dihapuskan karena memberi ruang pengadilan lain dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah. “Ini adalah kepentingan umat, yang dimana harus kita kedepankan, jadi tidak bisa sekarang ini persoalan yang ada di peradilan agama diambil oleh pengadilan Negeri,” lanjutnya.

Sementara itu, ahli lainnya, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati, Ija Suntana menilai penyelesaian perkara syariah di pengadilan negeri seringkali tidak menggunakan aturan-aturan syariah. Hal ini akan mengakibatkan teori dan praktik penyelesaian perkara tidak sinkron.

Menurut Suntana, penyelesaian perkara syariah seharusnya diselesaikan lingkungan peradilan agama. Sebab, akad atau perjanjian perbankan yang dilaksanakan sesuai syariah Islam, seharusnya diselesaikan pengadilan agama jika terjadi perselisihan. “Akad perbankan syariah seharusnya bukan kewenangan peradilan yang lain,” kata Suntana.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait