Hanya Hasilkan 4 RUU, Kinerja Legislasi DPR Disebut ‘Kemalasan Terlembaga'
Berita

Hanya Hasilkan 4 RUU, Kinerja Legislasi DPR Disebut ‘Kemalasan Terlembaga'

Hingga Juli, tercatat DPR hanya mampu merampungkan 4 RUU prioritas Prolegnas 2018. Selanjutnya, Presiden mengirimkan surat agar pembahasan RUU Sumber Daya Air dan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dapat segera dilakukan pembahasan dengan menunjuk menteri terkait sebagai perwakilan pemerintah.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Ketiga, RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Menurutnya, UU PNBP tersebut memberi perlindungan dan keberpihakan terhadap rakyat dengan pemberian tarif 0 persen dalam pelayanan kesehatan, pendidikan, administrasi umum dan lainnya. Strategi eksploitasi sumber daya alam pun disesuaikan dengan optimalisasi penerimaan negara berdasarkan tingkat harga yang berlaku. Dengan begitu, dapat menentukan waktu yang tepat dalam rangka mengeksploitasi dan menjadi cadangan masa depan. 

 

Sementara dua RUU kumulatif terbuka yakni RUU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea tentang Kerja Sama di Bidang Pertahanan. Kemudian, RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2017. “Mari kita sosialisasikan Undang-Undang tersebut kepada seluruh masyarakat,” harapnya.

 

Terpisah, peneliti Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karius  berpandangan dengan disahkan dari daftar prioritas, maka secara keseluruhan sepanjang 2018 DPR telah membukukan 4 UU dalam tiga masa sidang. Selain ketiga RUU yang telah disahkan menjadi UU, ditambah Revisi UU MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) yang telah disahkan sebelumnya menjadi UU pada Februari lalu.

 

“Jumlah 4 UU baru dari 50 yang menjadi target keseluruhan prioritas 2018 tentu bukan angka yang menggembirakan atau membanggakan. Jika dibuatkan dalam prosentase, maka DPR baru mencatat capaian legislasi sebesar 8 persen. Jadi masih sangat, sangat rendah,” ujarnya.

 

Menurutnya, DPR periode 2014-2019 yang kerap mendapat presentasi rendah menjadi lumrah. Namun demikian, 3 RUU yang disahkan pada masa persidangan V dipandang lebih banyak hasil akumulasi pembahasan panjang sejak beberapa masa sidang sebelumnya, bahkan tahun sebelumnya.

 

Tidak komitmen dan fokus

Lebih lanjut, Lucius berpendapat bila DPR memegang komitmen dan fokus dalam menyelesaikan RUU prioritas Prolegnas, setidaknya proses pembahasan setiap RUU akan lebih efektif. Apalagi, banyak RUU yang tidak kelar di periode DPR sebelumnya. RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol dan RKUHP misalnya.

 

Menurutnya, kebiasaan menunda proses akhir pembahasan membuat DPR tak pernah sanggup mengukir prestasi gemilang dalam bidang legislasi. Persoalan ini, kata Lucius, DPR kerap memanfaatkan bunyi peraturan yang membolehkan DPR memperpanjang proses pembahasan tanpa limitasi waktu yang tegas. 

Tags:

Berita Terkait